BLORA, SULAWESION.COM – “Alfatihah” Langit pagi itu mendung, seolah turut larut dalam duka yang tak pernah benar-benar usai. Di sebuah taman makam pahlawan di Blora, langkah pelan Wakil Bupati Hj. Sri Setyorini menggema hening. Di hadapannya terbentang nisan sederhana, bertuliskan nama seorang pejuang masa kini: dr. Hery Prasetyo.
Dengan tangan yang gemetar oleh emosi, ia menaburkan bunga di atas pusara sang dokter yang gugur pada 19 Agustus 2020, saat memerangi pandemi Covid-19. Di balik masker yang menutupi wajahnya, matanya berkaca-kaca—bukan hanya karena kehilangan, tapi karena sebuah kesadaran yang menohok: bahwa kebangkitan sejati bukan hanya milik masa lalu. Ia hidup, dan bernapas di antara kita hari ini.
Bukan Sekadar Peringatan
Setiap 20 Mei, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Namun tahun ini, di Blora, peringatan itu berubah menjadi sebuah renungan kolektif yang dalam. Tidak ada panggung megah, tidak ada gegap gempita. Yang ada adalah keheningan yang bermakna. Sebuah ajakan sunyi untuk kembali menyelami esensi dari kata “bangkit”.
“Perjuangan belum usai,” ujar Hj. Sri Setyorini, usai tabur bunga. “Hari ini, kita tidak hanya mengenang, tapi juga menyadari bahwa api yang dulu dinyalakan oleh para pendiri bangsa, masih harus kita jaga bersama.”
Ia menyebut dr. Hery sebagai simbol kebangkitan zaman kini—sosok yang bertaruh nyawa bukan di medan perang bersenjata, melainkan di garda depan rumah sakit, melawan musuh tak kasat mata bernama virus corona.
Simbol Api yang Tak Pernah Padam
Bagi warga Blora, dr. Hery bukan hanya dokter. Ia adalah lambang dedikasi, cinta, dan pengorbanan. Dalam diam, ia memilih tetap berada di ruang-ruang isolasi, saat banyak yang memilih menjauh. Ia tahu risikonya. Tapi seperti halnya para pejuang kemerdekaan, ia juga punya keyakinan: bahwa nyawa seseorang bisa menjadi obor bagi banyak jiwa.
Dan pagi itu, bunga-bunga yang ditaburkan menjadi simbol api yang tak pernah padam. Dalam keheningan, kebangkitan terasa lebih hidup dari sebelumnya.
Pesan untuk Generasi Kini
Hari Kebangkitan Nasional, jika hanya diperingati dengan pidato dan foto, akan kehilangan maknanya. Namun ketika nama-nama seperti dr. Hery dihidupkan kembali dalam ingatan kolektif, peringatan itu menjelma menjadi ajakan: untuk tidak lupa. Untuk tidak lelah. Untuk tetap berjalan.
Blora memberi contoh. Bahwa mengenang harus dibarengi dengan menyalakan kembali semangat. Bahwa menjadi bangsa yang besar bukan hanya tentang sejarah yang gemilang, tapi tentang keberanian untuk terus melanjutkan perjuangan dalam bentuk-bentuk baru.
Hari ini, dari sebuah makam sederhana di Blora, Indonesia diingatkan: bahwa kebangkitan adalah pilihan yang harus diambil, setiap hari.