BLORA, SULAWESION.COM – Pagi itu, langit Blora tampak biasa saja. Namun di dalam Pendopo Rumah Dinas Bupati, sesuatu yang tak biasa sedang berlangsung—sebuah ruang refleksi di tengah birokrasi yang sibuk, sebuah jeda yang diisi dengan kedalaman, bukan laporan.
Seluruh jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN), mulai dari eselon atas hingga Forkopimda, bahkan perwakilan TNI-Polri dan tokoh ormas, hadir bukan untuk rapat teknis atau sidang program kerja. Mereka hadir untuk sesuatu yang lebih sunyi—dan justru lebih dalam: pembekalan rohani dari seorang ulama besar Jawa Timur, KH. Muhammad Abdurrahman Kautsar, atau yang akrab dipanggil Gus Kautsar.
Gus Kautsar bukan sekadar datang untuk berceramah. Ia hadir membawa pesan yang menggugah: bahwa melayani masyarakat bukan hanya soal kebijakan, tapi soal niat dan integritas batin. Di hadapan para pelayan negara itu, ia menyampaikan empat wasiat yang seketika mengubah pendopo menjadi ruang kontemplasi.
Baca juga: Salza Siswi DKV SMKN 1 Cepu Magang di Diskominfo Blora, Bawa Misi Literasi Digital Kaum Muda
“Jika niat ASN adalah memudahkan urusan umat, maka setiap kebijakan akan jadi jalan keberkahan,” ujar Gus Kautsar membuka pesannya.
Ia kemudian menuntun hadirin untuk menyelami empat pondasi spiritual birokrasi:
Permudah akses masyarakat terhadap pelayanan.
Hilangkan hal-hal yang membuat rakyat resah dan rumit.
Jangan pernah sombong dengan jabatan—sebab dunia berputar.
Jadilah kebanggaan keluarga dan masyarakat, bukan hanya pejabat tanpa jejak keteladanan.
Gus Kautsar menyampaikan itu semua bukan dengan nada tinggi, tapi dengan getar ketulusan yang terasa merayap ke relung setiap peserta. Bahkan, sesekali, ia menyelipkan humor khas pesantren—namun tak mengurangi ketajaman maknanya.
“Ojo dumeh. Jangan mentang-mentang punya jabatan, lalu semena-mena. Dunia itu muter, jenengan sekarang di atas, besok bisa di bawah. Tapi yang lebih berbahaya, kadang tetap di atas… lalu lupa daratan.”
Suasana semakin hening saat ia menyampaikan bahwa satu tanda tangan ASN—dalam bentuk sebuah kebijakan—bisa lebih dahsyat dari khutbah dua jam di atas mimbar. Bukan meremehkan peran ulama, tetapi menegaskan kekuatan pengaruh pejabat yang amanah.
“Kalau Bupati bikin aturan: matikan HP dan TV selepas maghrib untuk pelajar supaya ngaji, insyaAllah jalan. Tapi kalau Kyai yang bilang, bisa-bisa bibirnya sariawan, tetap saja tidak digubris. Maka jangan sepelekan amanah jabatan,” tegasnya.
Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, M.Si, yang duduk di barisan depan, menyimak dengan mata serius namun bening. Seusai sesi, ia menyampaikan rasa terima kasih yang dalam.
“Kami sadar, tekanan kerja ASN tinggi. Target pemerintah pusat, tuntutan masyarakat, semuanya menumpuk. Tapi tanpa kekuatan ruhani, semua bisa kehilangan arah. Terima kasih Gus Kautsar, ini bukan sekadar tausiyah, ini pengingat,” ucapnya.
Ia pun membuka ruang untuk kemungkinan kebijakan konkret dari ide Gus Kautsar—seperti program pembatasan gawai malam hari bagi pelajar—sebagai bentuk nyata pendidikan karakter dari rumah.
“Akan kami pelajari. Blora harus berani jadi pelopor untuk pendidikan akhlak anak-anak kita,” tambahnya.
Kegiatan ini juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube Pemkab Blora, memungkinkan ASN yang tak bisa hadir tetap merasakan atmosfer yang tercipta.
Di saat banyak daerah berlomba merancang program megah, Blora memilih langkah yang lebih sunyi—menata batin para pelayan masyarakatnya. Sebab mereka tahu, dari niat yang benar lahir birokrasi yang benar. Dari hati yang bersih, lahir pelayanan yang bersih.
Dan mungkin, di pendopo sederhana itu, hari itu, telah lahir wajah baru dari pelayanan publik Indonesia.