BLORA, SULAWESION.COM – Deru mesin pengeboran dan aroma minyak mentah kembali menggema dari kawasan Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur. Kamis (26/6/2025), Presiden Prabowo Subianto secara daring meresmikan proyek pengeboran baru Banyu Urip Infill Clastic (BUIC) milik ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) sebuah langkah strategis yang tidak hanya menandai keberhasilan energi nasional, tetapi juga membangkitkan asa baru di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Di balik seremoni virtual itu, ada harapan besar yang dipikul oleh Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman. Bersama Wakil Bupati Hj. Sri Setyorini, ia hadir menyaksikan langsung tonggak baru dalam produksi migas nasional, dengan satu permintaan sederhana namun bermakna: keadilan distribusi Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.
“Kami berharap wilayah Blora tidak hanya jadi penonton. Sudah saatnya potensi migas di Blok Cepu wilayah Blora juga digali. DBH Migas yang kami terima belum sepadan dengan potensi yang ada,” ungkap Bupati Arief kepada wartawan usai acara.
Proyek BUIC sendiri menargetkan tambahan produksi 30.000 barel minyak per hari, menjadikannya kontributor penting dalam target lifting nasional. Dengan investasi mencapai US$ 174 juta, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menekankan efisiensi pengerjaan yang hanya memakan waktu 8 bulan lebih cepat dari target semula.
“Proyek ini dikerjakan 99 persen oleh anak negeri. Ini bukti bahwa sumber daya manusia kita mampu menjawab tantangan industri migas kelas dunia,” ujar Bahlil.
Presiden Prabowo turut menegaskan bahwa swasembada energi menjadi bagian dari strategi besar menuju kemandirian nasional. “Energi, baik fosil maupun terbarukan, adalah fondasi kesejahteraan. Kita harus kelola sendiri sumber daya kita,” kata Presiden.
Namun, realita yang dihadapi Blora tak semulus itu.
Secara administratif, Blora adalah bagian dari Blok Cepu. Namun hingga kini, eksplorasi migas masih terfokus di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Blora justru menyaksikan dari kejauhan, meski lapisan perut buminya dipercaya menyimpan cadangan minyak yang tidak kalah kaya.
Dalam forum informal usai peresmian, Bupati Arief memanfaatkan momentum untuk berdiskusi dengan tokoh-tokoh strategis sektor migas: Kepala SKK Migas Djoko Siswanto, Komisaris Utama Pertamina Komjen (Purn) Muhammad Iriawan, dan Wakil Dirut Pertamina Oki Muraza.
“Saya sampaikan langsung ke mereka, Blora butuh perhatian. Kalau potensi migas di wilayah kami ikut dieksplorasi, DBH Migas akan meningkat, dan kami bisa lebih leluasa membiayai pembangunan daerah,” tegas Arief.
Dalam tiga tahun terakhir, DBH Migas Kabupaten Blora memang mengalami fluktuasi tajam:
2022: Rp 15,3 miliar
2023: Rp 161,4 miliar
2024: Rp 135,1 miliar
2025 (hingga Juni): Rp 52 miliar
Angka-angka ini menggambarkan ketergantungan Blora terhadap kebijakan pusat dan eksplorasi yang tidak merata. Di sisi lain, potensi lokal masih belum dimanfaatkan secara maksimal.
Apa yang terjadi di Blora bukan hanya soal angka. Ini tentang keadilan spasial dalam pengelolaan sumber daya alam. Tentang bagaimana sebuah daerah yang menjadi bagian dari sumber kekayaan negara, tidak sekadar jadi pelengkap statistik lifting nasional.
Blora kini berdiri di persimpangan. Antara menjadi penonton dalam panggung besar migas nasional, atau mulai mengambil peran sebagai pemain utama dengan menggali potensinya sendiri.
Harapan itu kini menyala dari sumur-sumur baru di Banyu Urip. Bukan hanya untuk Bojonegoro, tapi juga untuk Blora yang masih sabar menanti giliran mendapatkan porsi adil dari kekayaan bumi sendiri.