Wakil Bupati Blora Merangkai Harmoni di Rumah Dinas Bersejarah

Wakil Bupati Blora Hj. Sri Setyorini

BLORA,SULAWESION.COM — Di tengah kesibukan rutinitas pemerintahan, Jumat (1/8/2025) itu, Jalan Pemuda No. 15A, Kota Blora, terasa berbeda. Sorot lampu yang hangat menyinari sebuah bangunan klasik bergaya Eropa, rumah dinas Wakil Bupati Blora yang selama ini terjaga keanggunannya. Malam itu, pintu-pintu kayu jati ganda terbuka lebar, menyambut tamu-tamu istimewa dalam sebuah acara yang sederhana, namun meninggalkan kesan mendalam: tasyakuran Hj. Sri Setyorini, atau yang akrab disapa Bude Rini.

Tidak ada protokoler kaku, tidak ada barikade yang memisahkan pejabat dari masyarakat. Semua larut dalam satu ruang, dalam suasana yang akrab, penuh canda, tawa, dan musik. Malam itu, rumah dinas yang sarat sejarah menjadi saksi bagaimana pemimpin daerah meruntuhkan sekat formalitas demi merajut kebersamaan.

Rumah dinas ini bukan sekadar tempat tinggal. Dengan pilar-pilar Korintea yang menjulang dan ornamen malaikat kecil di atapnya, bangunan ini memancarkan aura klasik yang memikat. Dulunya, bangunan ini menjadi kantor perizinan, kantor Bappeda, bahkan pernah disewa oleh perusahaan minyak. Kini, ia kembali pada fungsinya—menjadi rumah yang menyatu dengan denyut kepemimpinan daerah.

Bagi Bude Rini, menempati rumah ini adalah awal dari perjalanan baru.

“Doakan kami tetap istiqomah, diberi kesehatan, kebahagiaan, serta keberkahan dalam menjalankan amanah,” ucapnya dengan mata berbinar, menatap para tamu yang hadir.

Satu demi satu tamu berdatangan: Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto beserta istri, Sekda Komang Gede Irawadi, mantan pejabat, tokoh masyarakat, hingga keluarga besar Soebekti. Semua disambut dengan tangan terbuka. Tidak ada kursi yang diatur berderet kaku, tidak ada jarak yang memisahkan semua bercampur, saling menyapa, saling tertawa.

Aroma sate ayam dan soto kletuk menguar dari meja prasmanan. Para tamu menikmati hidangan khas Blora sambil berbincang santai. Malam itu, kehangatan terasa nyata bukan hanya di lidah, tetapi juga di hati.

Tak lama, musik organ tunggal mengalun. Suasana berubah menjadi lebih hidup. Satu per satu, pejabat yang biasanya serius di balik meja kerja kini maju ke panggung, menggenggam mikrofon, bernyanyi dari hati. Kapolres Blora menyumbangkan suara emasnya lewat lagu “Gereja Tua” dan “Widuri”. Disusul ibu-ibu rombongan yang tak kalah energik, serta pejabat lainnya yang berani bernyanyi sambil berjoget.

Sekda Blora tersenyum puas, “Acara ini sederhana, tapi penuh makna. Tanpa jarak, penuh kekompakan.”

Bambang Sulistya, mantan Sekda, ikut merasakan suasananya. “Seperti reuni,” ujarnya, sambil tertawa, “semua akrab, semua bahagia.”

Apa yang terjadi malam itu bukan hanya perayaan menempati rumah dinas. Lebih dari itu, ini adalah simbol bahwa pemerintahan bisa hadir dengan wajah yang humanis, tanpa jarak dengan rakyatnya. HM Kusnanto, Ketua Bhakti Praja, melihatnya dengan kacamata yang lebih dalam:

“Acara ini memberi hiburan yang mendamaikan hati. Inilah wujud guyub rukun paseduluran sak lawase.”

Ketika lagu terakhir dinyanyikan, dan tamu-tamu mulai pamit satu per satu, terasa jelas bahwa malam ini bukan hanya meninggalkan kenangan manis, tetapi juga pesan: kebersamaan adalah energi yang akan membawa Blora melangkah lebih jauh.

Di bawah langit malam yang bersih, rumah dinas itu berdiri megah, seperti menyimpan cerita baru dalam dinding-dinding tuanya. Malam tasyakuran Bude Rini bukan sekadar peristiwa, melainkan potret bagaimana pemimpin bisa merangkul, menghibur, dan menguatkan semangat bersama.

Ketika pintu kayu jati kembali tertutup, rumah itu bukan hanya sekadar rumah dinas. Ia telah menjadi simbol harmoni. Dan bagi Bude Rini, malam ini adalah langkah awal menuju kepemimpinan yang lebih dekat dengan hati rakyatnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan