SITARO, SULAWESION.COM – Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) bersama DPRD akhirnya menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun Anggaran 2026 untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah atau Perda.
Kesepakatan itu dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dipimpin langsung Ketua DPRD, Djon Janis dan dihadiri langsung Bupati Chyntia Kalangit pada akhir pekan lalu di Kelurahan Bebali Kecamatan Siau Timur.
Meski penetapan ini terlihat normal dalam proses pemerintahan, hal ini menjadi menarik di Sitaro karena sebelumnya DPRD dan pemerintah daerah tidak mencapai kata sepakat pada Ranperda APBD Perubahan 2025 yang berujung pada penerbitan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
“Terima kasih kepada Banggar DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta semua perangkat daerah. Bapak ibu sekalian telah menguras pikiran dan tenaga terbaik hingga ranperda ini siap ditetapkan menjadi perda,” kata Chyntia dalam sambutannya.
Sembari menyampaikan terima kasih atas saran, masukan dan koreksi terhadap postur APBD yang diajukan pemerintah daerah, ia juga memastikan bahwa penyusunan rancangan APBD tahun anggaran 2026 telah dilaksanakan sesuai mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesempatan itu, bupati menjelaskan mengenai postur APBD 2026 disusun berdasarkan beberapa aspek penting dan mengutamakan pelayanan publik, khususnya dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Menjaga efisiensi dan efektivitas anggaran sebagaimana amanat pemerintah pusat, memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan anggaran serta mengoptimalkan hubungan kerja antara pemerintah daerah dan DPRD untuk memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara tepat.
Sementara itu, Ketua DPRD Sitaro, Djon Janis, menyatakan bahwa dinamika dalam pembahasan merupakan bagian dari proses penyatuan kepentingan antara pemerintah daerah dan DPRD sebagai wakil rakyat.
“Memang dalam segala sesuatu itu butuh proses. Dengan komunikasi dan penjelasan yang baik, akhirnya tercapai kesepakatan bersama. Inilah dinamika yang biasa terjadi di lembaga DPRD,” ungkap Janis.
Ia menilai kesepakatan tersebut bukan sekadar penetapan dokumen anggaran, tetapi juga cerminan kedewasaan politik dan meningkatnya keharmonisan antara eksekutif dan legislatif.
Menurutnya, kritik DPRD diterima dengan terbuka oleh eksekutif sebagai kritik membangun sehingga titik temu tercapai sejak awal pembahasan.
Ia juga menyoroti komitmen Bupati dan Wakil Bupati yang dinilainya sangat terbuka untuk berkolaborasi secara berkelanjutan bersama DPRD, yang mana hal itu menjadi dasar penting bagi pelaksanaan pembangunan pada tahun 2026.
“Pemerintah daerah berkomitmen bekerja sama dengan DPRD. Kritik itu bagian dari tanggung jawab bersama untuk memastikan kebijakan berpihak pada masyarakat,” pungkasnya.







