Instruksi itu disampaikan Eri usai terungkap kasus pungli yang dilakukan salah satu pegawai non-ASN di Kantor Kelurahan Kebraon terhadap warga yang hendak mengurus Kartu Keluarga.
“Semua pegawai, termasuk lurah, camat, dan kepala dinas harus buat surat pernyataan. Dua hari ke depan harus sudah terkumpul di inspektorat,” kata Eri, Senin (08/09/2025).
Selain pungli, Eri juga menyoroti kedisiplinan pegawai yang kerap datang terlambat. Menurut dia, pelayanan publik seharusnya dimulai pukul 07.30 WIB, namun masih ada pegawai yang tidak hadir tepat waktu.
Dalam surat pernyataan itu, terdapat lima poin yang wajib ditulis dan ditandatangani pegawai. Pertama, pelayanan publik wajib dibuka mulai pukul 07.30 WIB. Kedua, pegawai menandatangani surat bermaterai berisi janji tidak menerima gratifikasi atau imbalan apa pun. Ketiga, pelayanan harus bersifat solutif. Keempat, pelayanan publik harus diselesaikan sesuai batas waktu yang ditentukan.
“Yang terakhir, pelayanan publik juga dilakukan di balai RW, dan balai RW harus berjalan. Kalau tidak berjalan, pegawai siap dikeluarkan tanpa menuntut apa pun,” tegas Eri.
Eri menegaskan tidak akan ada toleransi terhadap praktik pungli di jajaran Pemkot Surabaya. Ia menolak opsi pemeriksaan atau pemberian sanksi lain selain pemecatan.
“Enggak usah ada pemeriksaan, sanksi-sanksian. Kalau ada lagi, ya langsung selesai, langsung dikeluarkan,” ujarnya.
Sebagai bentuk ketegasan, Eri bahkan langsung mendikte isi surat pernyataan untuk ditulis oleh seluruh pegawai Kelurahan Kebraon. Surat itu berbunyi:
“Saya menyatakan tidak pernah menerima gratifikasi dan menerima imbalan berupa uang dan apapun dalam melakukan pelayanan publik, sesuai dengan tupoksi saya, sebagai PNS atau PPPK Pemerintah Kota Surabaya di Kelurahan Kebraon. Jika saya melakukan hal ini, maka saya siap dikeluarkan dari Pemerintah Kota Surabaya tanpa menuntut suatu apapun.”







