MANADO, SULAWESION.COM – Blusukan Calon Wakil Presiden 2024 Gibran Rakabuming Raka di Kawasan Wisata Kuliner Jalan Roda (Jarod) Manado, Sulawesi Utara, Minggu (24/12/2023) pagi, dibanjiri masyarakat.
Blusukan yang bertajuk “Gibran Mendengar”, didominasi aspirasi kawula muda yang bergelut di sektor ekonomi kreatif maupun umkm.
Sejumlah anak muda tampak leluasa menyampaikan keluh kesah mereka, mulai dari bagaimana cara mengembangkan usaha, persaingan produk, pengurusan izin dan distribusi.
Pasangan Calon Presiden 2024 Prabowo Subianto ini menegaskan anak muda agar tetap semangat meski direndahkan, menurutnya itu adalah hal biasa.
“Anak muda direndahkan itu biasa, tetap semangat,” tegasnya.
Tentang Jalan Roda
Aroma kopi sudah tercium jelas saat kita memasuki pintu masuk Djarod. Sekitar 40an rumah kopi berjejer rapi di dua sisi (kanan, kiri) kawasan Jalan Roda yang panjangnya kurang lebih 250an meter.
Jarod merupakan singkatan “Jalan Roda”. Pada awal tahun 1970an, Jarod yang masuk di kawasan Pasar Cita, Kota Manado, itu merupakan area kumuh dan jarang dilewati.
Kawasan yang dinamai Jarod adalah tempat penyimpanan roda yang dipakai buruh untuk mengangkut dagangan menuju pasar maupun kaki lima.
“Tahun 70an bukan namanya bukan Jarod, dulu area kumuh, jalan banyak dengan beling,” ungkap Ridwan Yusuf pria berumur 54 tahun saat diwawancarai media ini.
Ridwan mengaku dirinya tinggal Jarod sejak umur 14 tahun atau masih duduk di bangku SMP.
“Saya juga penjual kopi,” akunya.
Tahun 1980an di kawasan itu mulai berdiri gerai kopi tradisional dan menjadi tempat berkumpulnya berbagai kalangan baik mahasiswa, pebisnis, pedagang bahkan makelar. Seiringnya waktu banyak orang mengetahui Jarod.
“Misalnya tidak ada di luar orang pergi di sini, di antaranya mereka membeli pembungkus beras, gula karena pembuatan lokasinya di sini. Yang jualan buah- buahan tempat simpannya di sini,” tutur Ridwan.
Meskipun tempat itu terbilang kumuh namun tempo itu Jarod memiliki kekhasannya.
Masuk tahun 1990an, satu persatu pedagang kaki lima berdatangan masuk Jarod. Beratapkan terpal, mereka membuka gerai kopi sekaligus menjual makanan.
Dominasi pemilik rumah kopi saat itu berasal dari Gorontalo, kecuali pengusaha Cina yang mempunyai tempat gilingan kopi, sangrai kopi, pabrik sabun dan tumpukan kayu (penjual kayu).
“Pedagang kopi mengambil bahan baku sudah ada di sini, itu yang jual orang Cina. Walaupun daerah ini kumuh tapi orang suka datang ke sini,” terang Ridwan.
Pasca kebakaran memasuki tahun 2000an, tepatnya 1996, Jarod ibarat gunung, ketika meletus tanahnya jadi subur.
Usai mendapatkan bantuan dari dua BUMN yaitu Pegadaian (memperbaiki jalan) dan PLN (memperbaiki atap), Jarot merubah wajahnya menjadi pusat para pecinta kopi di Kota Manado.
“Dua BUMN turut andil menciptakan tempat kuliner Jarod seperti yang kita lihat seperti ini,” jelas Ridwan.
Banyak politisi dan pejabat handal jebolan tongkrongan Jarod yang saat ini memiliki kancah nasional, misalnya Marten Taha yang kini menjabat sebagai Wali Kota Gorontalo, Benny Rhamdani Kepala BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) yang juga merupakan seorang aktivis 98, Hengky Yaluwo Bupati Boven Digoel dan masih banyak lagi.
“Jarod banyak menciptakan politisi dan pejabat, suka nongkrong di sini waktu kuliah. Kalau Benny memang sebelum ada Jarod memang udah ada di sini,” tandas Ridwan.
Menurut Ridwan Jarod adalah representasi pergerakan para aktivis, lokasi taktis melahirkan ide bawah tanah.