BOLMUT,SULAWESION.COM– Tanggul penahan abrasi dan banjir pesisir di desa Dalapuli, Kecamatan Pinogaluman, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) alami kerusakan.
Dalam laporan pemerintah desa setempat, tanggul yang dibangun dengan dana desa pada tahun 2023 mengalami kerusakan sekitar 50 persen akibat hantaman gelombang pada Sabtu 6 Desember 2025.
Pemerintah desa melaporkan inisiatif pembangunan tanggul dengan dana desa karena wilayah mereka sering terjadi abrasi hampir setiap tahun. Dan tahun ini paling parah.
Tanggul tersebut berada dilokasi wisata pantai Mootame desa Dalapuli. Yang menjadi icon wisata desa tersebut.
Diketahui wilayah pesisir pantai Kabupaten Bolmut mengalami masalah serius dengan abrasi dan banjir pesisir. Fenomena ini terjadi dari wilayah Sangkub hingga Pinogaluman.

Sebelumnya Sekretaris dinas PUTR Bolmut Syaiful Rizal Samsudin mengatakan pemerintah Kabupaten menyatakan komitmen serius dan berkelanjutan dalam upaya mitigasi serta penanganan dampak abrasi pantai.
“Yang semakin mengancam wilayah pesisir, khususnya di daerah-daerah rentan. Fenomena ini telah menimbulkan kerugian signifikan, baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial bagi masyarakat pesisir,”jelasnya.
Menurutnya, fokus utama penanganan abrasi pantai di Bolmut akan dilaksanakan secara terintegrasi dan multisektor, mencakup langkah-langkah sebagai berikut.
“Pembangunan infrastruktur perlindungan pesisir. Memprioritaskan pembangunan fisik seperti pemecah ombak (groin/breakwater), tanggul laut, dan revetmen di lokasi-lokasi kritis,”katanya.
Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Gusti Ayu Ketut Surtiari menambahkan perlu ada pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang dampak perubahan iklim yaitu adanya potensi risiko kenaikan muka air laut dan peningkatan arus gelombang laut.
“Dampak lainnya adalah terjadinya intrusi air laut. Akibatnya adalah akan meningkat terjadinya banjir rob yang semakin parah dan abrasi yang membahayakan penduduk yang tinggal di sepanjang pesisir,”ujarnya.
Pemahaman yang tepat akan mengantarkan pada strategi adaptasi yang lebih tepat. Selain pengetahuan dan pemahaman yang tepat, pemerintah dan masyarakat juga harus belajar dari pengalaman (social learning).
Banjir yang terjadi bukan hal yang baru. Banjir sudah terjadi secara berulang namun menjadi lebih intens dan lebih sering dengan dampak yang lebih parah dalam beberapa tahun belakangan ini.
“Pembelajaran yang dimaksud adalah melakukan evaluasi atas strategi yang sudah dilakukan selama ini. Apakah upaya mitigasi sudah dilakukan dengan dampak jangka panjang atau masih bersifat reaktif jangka pendek,”jelasnya.
Jika jangka pendek, maka kejadian berulang di masa mendatang akan terjadi lagi karena potensi dampak perubahan iklim di masa mendatang akan terus meningkat.
Kelompok yang lemah memerlukan bantuan dan dukungan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Karena kelompok yang lemah adalah kelompok yang paling terpengaruh namun memiliki kapasitas yang paling terbatas.
Oleh karena itu, kata Ayu, Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk upaya pengurangan bencana banjir dan adaptasi, misalnya dapat menanam tanaman penahan air sesuai dengan kondisi tanah pesisir.
“Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, karena adaptasi perubahan iklim memerlukan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta serta pihak lain,”ungkapnya.
Selain itu perlu kerjasama berbagai pihak termasuk swasta untuk membangun ketahanan pesisir yang terdiri dari pembangunan infrastruktur pelindung kawasan pesisir, regulasi untuk pemanfaatan kawasan pesisir.
“Mulai mempertimbangkan solusi berbasis alam seperti penanaman mangrove atau tanaman pelindung sesuai dengan karakteristik lokasi setempat,”jelasnya.







