BITUNG, SULAWESION.COM – Seorang awak kapal perikanan bernama Lims Wewengkang warga Desa Makalisung, Kabupaten Minahasa Utara diberhentikan secara sepihak oleh pemilik kapal KM Kenzy 01.
Lebih apes lagi, dokumen penting berupa Surat Keterangan kecakapan (SKK) milik Lims ditahan oleh pihak pemilik kapal.
Merasa dirugikan, Lims melaporkan kasus ini kepada Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara.
Melalui proses mediasi yang difasilitasi organisasi tersebut, akhirnya dokumen SKK milik Lims dikembalikan oleh pemilik kapal.
Menariknya, dalam kasus tersebut SAKTI Sulawesi Utara mendapatkan pengakuan mengejutkan dari Lims.
Pengakuan itu terkait dengan adanya beberapa warga negara Filipina yang bekerja di atas kapal KM Kenzy 01 dengan menggunakan identitas berupa KTP aspal.
Fakta tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait praktik perekrutan awak kapal asing dan lemahnya pengawasan dokumen identitas di sektor perikanan.
Ketua Umum SAKTI Sulut Arnon Hiborang mengecam keras tindakan pemilik kapal yang memberhentikan sepihak awak kapal tanpa alasan yang jelas dan bahkan menahan dokumen penting pekerja.
“Kasus ini jelas bentuk pelanggaran hak pekerja. Tidak hanya soal pemutusan hubungan kerja yang sepihak, tetapi juga praktik penahanan dokumen yang sudah berulang kali kami temukan di lapangan. Kami tidak bisa diam ketika anggota kami diperlakukan semena-mena,” tegas Arnon Hiborang, Senin (22/09/2025).
Lebih jauh, ia juga menyoroti temuan adanya pekerja asing beridentitas KTP Aspal yang bekerja di kapal perikanan.
“Ini bukan masalah kecil. Ada indikasi kuat praktik perdagangan orang dan penggunaan dokumen palsu yang membahayakan kedaulatan hukum negara. Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap temuan ini,” tambahnya.
SAKTI Sulut mendesak pemerintah, khususnya instansi terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Imigrasi, serta aparat penegak hukum, untuk segera mengambil langkah konkret.
“Kami mendesak pemerintah turun tangan segera mungkin. Kasus ini bukan yang pertama kali, tapi sudah berulang kali terjadi. Jika tidak ada penindakan tegas, praktik seperti ini akan terus berulang dan merugikan awak kapal Indonesia,” tutup Arnon.
Dengan adanya desakan ini, SAKTI Sulut berharap agar kasus Lims Wewengkang tidak hanya berakhir pada pengembalian dokumen semata, tetapi juga menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap praktik ilegal yang terjadi di kapal-kapal perikanan.







