MINUT, SULAWESION.COM – Aroma tak sedap tercium di Sekolah Dasar (SD) Inpres Klabat, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Fasilitas sekolah yang kurang memadai, sampai potongan Program Indonesia Pintar atau PIP, melandaskan puluhan orang tua murid SD Inpres Klabat menggeruduk sekolah, Jumat (13/10/2023) pagi.
Membawa sejumlah poster, salah satunya bertuliskan “Masalah bantuan PIP kami pertanyakan? apakah harus ada pemotongan Rp50.000/siswa setiap penerimaan? Tolong dijawab agar orang tua tidak bertanya-tanya!!”, aksi demo orang tua siswa tersebut turut menolak Femmy Iroth SPd yang kembali bertugas sebagai Kepala SD Inpres Klabat.
“Kalau sebagai orang tua yang masalah kursi, meja, baru bantuan PIP yang dipotong Rp50.000 tidak setuju,” ungkap Irma Rumagit salah satu orang tua siswa kelas 4 SD saat diwawancarai media ini.
Dalam penuturan Irma Rumagit, hari Rabu (11/10/2023) lalu, orang tua murid datang ke sekolah mempertanyakan status Femmy Iroth kembali menjabat sebagai Kepala SD Inpres Klabat.
“Kebetulan ada pengawas, jadi saya tanya, bu maaf mau tanya apa yang menyebabkan sampai Ibu Femmy Iroth harus jadi lagi Kepala SD Inpres? Yang masalah lagi ini, yang Ibu Femmy diganti, balik lagi jadi kepala sekolah,” tuturnya.
Menurut Irma, sebagai orang tua murid Ia tidak mempermasalahkan kembalinya Femmy Iroth di sekolah, asalkan bukan sebagai kepala sekolah.
“Kalau dia kembali ke SD Inpres sebagai guru kita semua terima, tidak ada yang tidak terima, silahkan. Tapi kalau untuk jadi kepala sekolah kami orang tua murid SD Inpres Klabat tidak setuju. Kami tidak mempermasalahkan Ibu Rasni Plh diganti karena sementara. Jadi orang tua murid SD Inpres Klabat ini mau kalau boleh jangan Ibu Femmy yang diganti. Siapapun yang diganti jangan Ibu Femmy Iroth,” sebut Irma.
“Selama enam tahun di sini tidak ada perubahan soal fasilitas sekolah. Kita juga bicara bukan cuma dengar, fakta, silahkan kalau mau lihat,” sambungnya.
Fasilitas sekolah yang turut dikeluhkan orang tua siswa di SD Inpres Klabat salah satunya toilet. Para murid mau tidak mau harus menumpang buang air kecil/besar di toilet sekolah samping SD Inpres Klabat yaitu SMP Negeri 2 Satu Atap Dimembe di Klabat.
Selain itu pakaian olahraga siswa yang diganti setiap tahun. Para orang tua merasa keberatan dengan hal ini, pasalnya harga pakaian olahraga siswa bervariasi, 150 sampai 200 ribu-an.
Sementara di tempat yang sama, Kepala Inspektorat Minut Steven Tuwaidan saat diwawancarai langsung media ini menjelaskan pihaknya akan melakukan evaluasi selama enam bulan kepada Femmy Iroth.
Perihal tuntutan dan keluhan orang tua murid, tutur Steven, akan dilakukan pendalaman sejauh mana perubahan yang akan dilakukan Femmy.
“Terkait dengan daripada laporan orang tua murid yang kami pantau secara langsung bahwa hal ini tidak ada kecurangan. Banyak yang dilakukan dalam bentuk partisipasi dan itu sudah kami sampaikan partisipasi itu harus ada kriterianya. Jangan misalnya menerima PIP 500 ribu tiba-tiba langsung diminta 50 ribu,” jelas Steven.
“Itu hanya partisipasi dan itu ada yang kasih 20 ribu dan kami sampaikan itu tidak bisa lagi. Karena mengapa? Karena itu dianggap kategori pungutan liar. Kedua terkait apa yang disampaikan bahwa proses perencanaan tidak melibatkan para orang tua, olen karena itu dalam penyusunan Rencana Kerja Sekolah atau RKS kami sudah sampaikan harus membentuk komite. Enam tahun ibu jadi kepala sekolah komite tidak terbentuk,” sambungnya.
Steven kemudian menganjurkan pihak sekolah dalam perencanaan penyusunan RKS harus melibatkan para orang tua siswa agar transparan.
“Oleh karena itu kami anjurkan harus, lalu selama ini ketika pas perencanaan untuk penyusunan RKS berarti orang tua tidak dilibatkan. Itu harus dilibatkan orang tua. Oleh karena itu kami imbau untuk pembentukan komite juga harus, sehingga penyusunan RKS 2024 sudah melibatkan orang tua siswa,” anjurnya.
Tuntutan para orang tua siswa agar Femmy dicopot dari jabatannya, Steven menerangkan, persoalan yang terjadi di lapangan bukanlah hal yang urgent.
“Enam bulan ini akan dievaluasi depe kinerja. Nah ketika kinerja ini benar-benar dia tidak berubah masih tetap begini, yah kita akan rekomendasikan kepada pimpinan. Tapi untuk menyangkut tentang harus dia diganti ini tidak benar, dia kan tidak ada masalah, karena RKS itu kan, berdasarkan RKS,” terangnya.
“Misalnya tiba-tiba dia menggunakan partisipasi, ah tak juga masalah, apalagi sekarang di medsos ini terkait komite sekolah minta apa, tiba-tiba dianggap sekolah yang meminta. Padahal komite, komitmen bersama komite bukan sekolah,” sambung kembali Steven.
Menurut Steven duduk persoalan yang ada harus dibicarakan bersama-sama pihak sekolah maupun orang tua siswa, apalagi soal dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Menurut kita mari kita bangun bersama dengan komite terkait dengan itu. Nanti lihat berapa BOS (Bantuan Operasional Sekolah), jangan sampai orang tua saja BOS depe jumlah di sini tidak tahu. Semestinya BOS di sini orang tua tahu berapa jumlah BOS yang masuk di sini sehingga mereka rembuk bersama mau bikin apa, sehingga kepala sekolah merencanakan buat ini-ini. Bahas bersama dengan komite dan orang tua murid,” tutur Steven.
Lanjut Steven, berdasar pengamatannya langsung di SD Inpres Klabat tidak ditemukan indikasi penipuan maupun korupsi.
“Saya lihat tidak ada masalah fraud (penipuan) atau terkait dengan korupsi, tidak. Nah di sini hanya persoalan mereka mau harapkan ada perubahan sekolah ini karena sudah enam tahun tidak ada perubahan-perubahan,” lanjutnya.
Steven kemudian mengimbau bahwa Kabupaten Minut telah memiliki peraturan bupati (Perbub) tentang Perlindungan Pelapor.
Bagi masyarakat yang memiliki data maupun mengetahui adanya indikasi terkait gratifikasi dan korupsi di lingkungan dinas-dinas pemerintahan diharapkan dapat melapor.
“Kita tidak akan sampaikan siapa yang lapor. Tapi ketika kita dapat data, kita combine dengan sekolah, kalau misalnya ada, katakanlah ada memutar balikan fakta combine bersama, mari bahas bersama, ini yang pelapor, ini supaya terbuka. Nah kalau tidak, mungkin yah kita terima sepihak,” imbaunya.
Steven menegaskan bakal bertindak tegas apabila menemukan bukti kalau ada pegawai yang melakukan gratifikasi.
“Kalau itu ada sanksi, bisa saja diberhentikan misalnya sebagai kepala sekolah atau ada proses, itu kita akan serahkan ke aparat penegak hukum dalam hal ini bahwa tim cyber pungli diketuai oleh Wakapolres Minut, saya sebagai sekretaris. Kalau gratifikasi ketuanya saya, ada gratifikasi yang terjadi, laporkan, kalau memang dapat dibuktikan kita beri sanksi,” tegasnya menutup.
Noufryadi Sururama