BUTON UTARA, SULAWESION.COM – Unjuk rasa warga Kabupaten Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara menuntut perbaikan jalan kembali dilakukan, kali ini warga Desa Laanoipi, Kecamatan Bonegunu yang bereaksi lagi ihwal urat nadi perekonomian itu. Mereka jemu jika kritikan hanya sebatas menanam pepohonan mulai dari pohon pisang, batang kelapa dan lainnya di tengah-tengah jalan, ataupun lewat protes di dunia maya dengan mengunggah foto hingga video jalan berlubang, berlumpur, kecelakaan lalu lintas yang acapkali terjadi, hingga jembatan patah di media sosial.
Bulan depan tepatnya 2 Juli 2024 daerah yang mekar dari Kabupaten Muna itu bakal berusia 17 tahun. Sudah tiga periode bupati definitif, dua periode dijabat orang yang sama, masalah soal jalan juga sama, tak pernah beres alias belum tuntas.
Data tahun 2023 dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buton Utara, saat ini ada 682,645 kilometer total panjang jalan di sana yang terbagi dalam tiga status, jalan nasional, provinsi dan kabupaten. Rinciannya, 26 kilometer jalan nasional, 113,51 kilometer jalan provinsi dan jalan kabupaten membentang sepanjang 543,135 kilometer.
Untuk jalan nasional, 25,50 kilometer kondisinya baik, 0,40 kilometer kondisi sedang dan 0,10 kilometer rusak ringan, tidak ada jalan nasional yang kondisinya rusak berat. Ciri-ciri jalan nasional, terlihat ada garis berwarna kuning.
Kemudian dari total 113,51 kilometer jalan status milik provinsi, 42,65 kilometer kondisinya baik, 19,90 kilometer kondisi sedang, yang rusak ringan 26,86 kilometer, serta rusak parah 24,10 kilometer. Jalan provinsi ini biasanya adalah jalan penghubung antar kabupaten, ciri-cirinya ada garis putih di tengah-tengah jalan.
Sedangkan jalan kabupaten, Dinas PUPR mengklaim sudah mengaspal 208,094 kilometer, 16,307 kilometer permukaan rigid/beton, lalu 295,573 kilometer permukaan kerikil, serta yang permukaannya masih tanah 23,161 kilometer. Dari total panjang jalan kabupaten, 196,043 kilometer kondisinya memprihatinkan atau rusak berat, 108,676 kilometer rusak ringan, 107,705 kilometer kondisinya sedang, serta 131,341 kilometer dalam keadaan baik.
Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Buton Utara tahun 2023, persentase total panjang jalan beraspal hanya 41,20 persen. Sedangkan sebagian besarnya 58,80 persen lagi belum diaspal. Panjang jalan yang dimiliki Kabupaten Buton Utara pada tahun 2022 adalah 572,99 kilometer, dengan rincian 26 kilometer dikelola Negara, 114,56 kilometer dikelola oleh provinsi, dan 458,43 kilometer oleh pemerintah kabupaten. Kondisi jalan di Kabupaten Buton Utara pada tahun 2022 juga masih didominasi jalan rusak 64,56 persen. Hanya 23,91 persen panjang jalan dalam kondisi baik.
Rabu 22 Mei 2024, warga Desa Laanoipi berunjuk rasa lalu memblokir total akses jalan dengan mendirikan tenda dan menebang beberapa pohon besar hingga menutupi seluruh badan jalan dari dua arah, aksi itu dimotori Baada Yung Hum Marasa, lelaki yang tiga tahun lalu sempat dijadikan tersangka setelah dilaporkan Ali Mazi gubernur Sultra saat itu, karena merasa nama baiknya tercoreng setelah Baada berunjuk rasa dan melakukan aksi teatrikal membuat replika kuburan bertuliskan nama Ali Mazi lengkap dengan foto gubernur dua periode itu.
Unjuk rasa bulan lalu itu, Baada bergeming dan mengancam pemerintah, apapun risikonya blokir jalan tak akan dibuka sampai ada kepastian sejelas-jelasnya waktu dan anggaran untuk pengaspalan jalan di sana. Ulah Baada itu banyak dapat dukungan positif warganet dalam unggahan di aplikasi media sosial hingga viral. Meski ada pula yang menilai tindakan itu bukan solusi yang tepat karena malah makin merugikan orang lain dan memperburuk keadaan.
Itu kali ketiga masyarakat Desa Laanoipi memblokir jalan poros, akhir 2021 mereka bersama puluhan masyarakat Kelurahan Bonegunu dan Desa Damai Laborona, memblokir jalan poros di pertigaan Kelurahan Buranga menuju Buton dan Baubau. Tak puas sampai disitu, Kamis 2 Desember 2021 mereka lalu menutup akses pertigaan di Desa Ronta menuju Kecamatan Maligano, Kabupaten Muna dan ke pusat pemerintahan di Ereke selama beberapa hari. Pasca aksi itulah Baada dipolisikan.
Selang dua tahun setelah pemblokiran di Desa Ronta, Rabu 3 Oktober 2023, warga Desa Eelahaji, Kecamatan Kulisusu juga melakukan aksi protes serupa, awalnya mereka hanya menanam pohon pisang dan puluhan batang kayu di sepanjang jalan, agar kendaraan yang melintas mengurangi kecepatan karena menyebabkan debu hingga masuk ke rumah-rumah warga, apalagi saat itu musim kemarau panjang. Beberapa tulisan di tripleks misalnya ‘Pelan-Pelan atau kami lempar’ juga dipasang. Gerah tak diindahkan, masyarakat lantas memblokir jalan, Senin 16 Oktober 2023. Tapi sehari kemudian dibuka setelah pemerintah menemui warga dan beri solusi dengan akan menyiram jalan tersebut setiap beberapa jam sekali.
Jika sebagian warga desa lain yang dilintasi jalan poros memilih sadrah, tidak dengan Desa Laanoipi, kekesalan masyarakat di sana dianggap lumrah, pasalnya selama ini sejak sebelum Buton Utara mekar jadi daerah otonom 17 tahun silam, jalan di depan desa mereka yang statusnya milik provinsi, sama sekali tak pernah tersentuh aspal meskipun setetes. Padahal jalan itu adalah akses tercepat dan termudah yang menghubungkan Buton Utara ke Kabupaten Buton dan Kota Baubau.
Gegara jalan itu diblokade, sewa mobil penumpang rute Ereke – Baubau sempat naik. Sopir yang biasa dipanggil Tarua mengaku ia dan para sopir lain terpaksa menaikkan tarif dari awalnya Rp 150.000 kini menjadi Rp 170.000 perorang, alasannya jarak tempuh menjadi lebih jauh ditambah medan yang dilalui makin sulit karena banyak tanjakan, sehingga berpengaruh ke penggunaan bahan bakar kendaraan.
Dampak jalan ditutup tak hanya memengaruhi aktivitas mobil penumpang, truk pemuat barang, sembako dan logistik serta bahan bakar minyak dari Baubau juga terpaksa harus mengambil jalur yang sama melewati Kecamatan Maligano, Kabupaten Muna. Konsekuensi lain yang dikhawatirkan warga adalah harga barang dan bahan pokok ikut naik, ekonomi bakal tambah pelik.
“Bedanya delapan liter kalau kita lewat Maligano, baru banyak pendakian rusak di atas (jalur perbatasan Butur-Muna),” kata Ansar, sopir mobil penumpang rute Ereke – Baubau ketika diwawancarai, Sabtu 24 Mei 2024.
Sabtu, 1 Juni 2024 jalan sudah dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat, namun khusus kendaraan berplat merah dilarang melintas. Dua hari kemudian tepatnya Senin, 3 Juni 2024 blokade jalan dibuka sepenuhnya, tak ada lagi penutupan jalan setelah warga Laanoipi, tokoh adat dan pemerintah kecamatan Bonegunu termasuk Baada bertandang ke pemerintah dan anggota DPRD Provinsi Sultra di Kendari. Hasil pertemuan itu, Pemprov Sultra berjanji mengganggarkan pengaspalan jalan tersebut tahun ini.
Buruknya infrastruktur jalan dan jembatan di Kabupaten yang kini dipimpin Ridwan Zakaria itu, mempengaruhi Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). IKK merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah. Makin besar nilai IKK semakin tinggi tingkat kesulitan geografis sebuah wilayah, maka semakin mahal pula biaya yang dibutuhkan untuk membangun di daerah tersebut.
Data BPS Buton Utara menyebutkan nilai IKK di sana mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 104,98 di tahun 2021 menjadi 107,23 di tahun 2022. Nilai tersebut lebih tinggi dari rata-rata provinsi sebesar 98,02. Itu artinya biaya pembangunan di Kabupaten Buton Utara lebih besar dibanding rata-rata provinsi.
IKK Kabupaten Buton Utara menduduki peringkat ke 15 di provinsi Sulawesi Tenggara, atau ketiga termahal. Besarnya nilai IKK disebabkan karena bahan bangunan yang ada di Kabupaten Buton Utara lebih banyak disuplai dari luar daerah yaitu kota Baubau, Kota Kendari dan Kabupaten Buton. Sulitnya akses perdagangan menuju Kabupaten Buton Utara juga mempengaruhi tingginya harga bahan bangunan.
Hasil Konfirmasi Dinas Terkait
“Baru selesai lelang pekerjaannya bos, setelah tandatangan kontrak segera dikerjakan ruas itu bos,” tulis Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr Ir Pahri Yamsul MSi ketika ditanya perihal jalan, via aplikasi pesan Whatssapp, Minggu 19 Mei 2024.
Eks Kepala Dinas Sosial itu bilang tahun 2024 ini ada dua pekerjaan jalan di Kabupaten Buton Utara yakni, jalur Ronta – Lambale dan jalur Lambale – Ereke. Meski ia tak merinci kapan pastinya pekerjaan dimulai, berapa panjangnya, termasuk jumlah total anggaran yang dibutuhkan.
Data di situs lpse.sultraprov.go.id, tertulis ada dua proyek untuk dua ruas jalan, anggarannya Rp 9,4 Miliar lebih untuk ruas Ronta – Lambale dan Rp 4 Miliar lebih untuk ruas Lambale – Ereke. Tercatat pula tender dua pekerjaan itu dimenangkan oleh satu perusahaan, yakni CV Toromata Karya Ramdhani, anemer asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
“Kalau sudah tandatangan kontrak, mereka langsung kerja,” Pahri kembali menegaskan saat ditanya ulang bulan berapa kontraktor mulai bekerja.
Ruas jalan dari Desa Ronta, Kecamatan Bonegunu menuju Desa Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat, di sepanjang jalan itu, beberapa ruas sudah teraspal misalnya jalan poros di Desa Soloy Agung, lalu Desa La Uki sebagian. Kemudian sebagian jalan Desa Kotawo hingga sebagian jalan Desa Lambale.
Selanjutnya aspal rusak dan berlubang sepotong-sepotong di jalan Depan Kantor Urusan Agama (KUA) Kulisusu Barat hingga Desa Kasulatombi yang rusak parah. Jalan aspal kondisi baik kembali ditemui saat akan memasuki Desa Eelahaji, Kecamatan Kulisusu.
Dikonfirmasi kembali usai didatangi warga Buton Utara, Senin 3 Juni 2024, Pahri menyebut telah menyepakati ruas jalan di Desa Laanoipi masuk skala prioritas dan diupayakan di periode APBD-P. Menurutnya dibutuhkan duit hingga Rp 9 miliar untuk mengaspal sampai 2 kilometer jalan tersebut.
“Target panjang sesuai dengan waktu kerja yang tersedia di periode itu, antara 1 sampai 2 kilometer. Sisanya akan dianggarkan di APBD 2025,” tegasnya.
Tak hanya jalan, infrastruktur jembatan di daerah berjuluk ‘Lipu Tinadeakono Sara’ juga tak kalah miris. Saat ini di jalan poros ada total lebih dari 26 jembatan semi permanen hanya bisa dilalui satu arah oleh kendaraan roda empat berlantai kayu yang kondisinya memprihatinkan, berlubang dan patah di sebagian besar sisinya.
Pertengahan Mei, sejumlah jembatan di Kecamatan Kambowa, Bonegunu dan Kulisusu Barat terlihat sudah diperbaiki, lantai kayu lapuk diganti lagi dengan kayu baru. Selama ini tehnik tambal sulam dilakukan berulang-ulang agar lalu lintas kendaraan dan orang tetap lancar, setidaknya mengurangi dan mengantisipasi hal buruk terjadi.
“Jembatan sementara kami identifikasi,” tambah Pahri Yamsul.
Di tempat berbeda, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Buton Utara, Dr Ir Mahmud Buburanda ST MT, melalui Kepala Bidang Bina Marga Ir Zalman, ST, MT membenarkan tahun 2024 ini bakal ada pekerjaan jalan ruas Lambale – Ereke dan satu pekerjaan jembatan. Ia tak menyebut pekerjaan ruas Ronta – Lambale seperti keterangan Pahri Yamsul.
“Sepengetahuan saya di (Desa) Eelahaji ini sudah ada pemenangnya, cuma saya belum tahu karena belum ada surat resmi masuk untuk pekerjaannya. Tapi sudah diselesaikan tendernya,” jelas Zalman ketika ditemui di kantornya, Rabu 29 Mei 2024.
Zalman menjelaskan, tahun ini juga ada beberapa ruas jalan yang masuk kewenangan mereka, bakal diaspal yakni ruas Desa Lanosangia – Desa Wantulasi dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 6 Miliar lebih, lalu Rp 3 miliar lebih dari dana Instruksi Presiden (Inpres) untuk pengaspalan jalan dari Desa Tomoahi hingga Desa Petete’a. Termasuk penanganan tanjakan Eemoamba di Kecamatan Kulisusu Utara yang bakal dipotong plus 100 meter aspal dengan anggaran Rp 3,8 miliar.
Selain itu beberapa ruas jalan dalam wilayah beberapa kecamatan juga bakal dikerjakan, hal itu ia pastikan setelah dapat Dana Bagi Hasil (DBH). Tahun 2022 lalu juga mendapatkan dana dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang difokuskan pengaspalan jalan di wilayah Kecamatan Kulisusu.
“Tahun ini belum bisa berbuat banyak karena anggaran kami dibatasi oleh pilkada sama pilcaleg, jadi anggaran pembangunan lari ke penyelengaraan itu,” tuturnya.
Zalman menjelaskan pembagian status jalan yang ada di Kabupaten Butur, jalan poros yang membentang dari Kecamatan Kulisusu melewati Waode Buri lalu belok ke arah Lakansai atau Desa Lanosangia, Kecamatan Kulisusu Utara hingga ke Desa Wantulasi Kecamatan Wakorumba Utara adalah jalan yang dikuasai Pemkab Butur.
Kemudian jalan sepanjang Desa Eelahaji Kecamatan Kulisusu menuju Desa Ronta Kecamatan Bonegunu hingga ke Desa Mata Kecamatan Kambowa yang berbatasan dengan Kabupaten Buton, serta dari Ronta menuju Kecamatan Maligano Kabupaten Muna adalah jalan wewenang Pemprov Sultra. Selanjutnya, jalan dari Desa Labuan Bajo hingga sampai Desa Matalagi menuju Kecamatan Maligano, berstatus jalan nasional.
“Kalau bicara jalan Kabupaten, karena itu ranah kami, jalan kabupaten di Butur ini sudah tertangani hampir 80 persen, kita bisa liat sendiri, kecuali di jalan poros,” klaim Zalman.
Sedangkan jalan poros Ereke menuju Baubau yang sejak lama selalu ramai dipolemikkan warga dan kerap viral di media sosial karena rusak parah, jelas menjadi gawean Pemprov Sultra. Di jalan poros tersebut, Dinas PU Butur hanya mampu melakukan pemeliharaan saja, tidak bisa diaspal menggunakan APBD kabupaten.
“Karena itu bukan aset kami, nanti jadi temuan di BPK. Penegak hukum lihatnya ini salah karena kita membangun di tempatnya orang. Kepada masyarakat, saya minta bersabarlah, kami berupaya menangani semaksimal mungkin,” ungkap pria berkacamata itu.
Menurut Zalman lagi, sejak lama Pemkab Butur berupaya meminta ke Pemprov Sultra secara lisan maupun surat ke Dinas Bina Marga yang dibuat langsung Bupati Buton Utara, Ridwan Zakaria. Namun dimaklumi Pemprov Sultra membawahi 17 kabupaten dan kota, sehingga kemungkinan memilih daerah yang skala prioritas.
Informasi bakal diaspalnya sejumlah ruas jalan Poros di Butur, disambut baik warga. Mali (36) misalnya, warga Desa Lanosangia, Kecamatan Kulisusu Utara itu mengaku sudah dapat info jalan dari desa mereka menuju Kecamatan Wakorumba Utara bakal diaspal. Ia sangat berharap rencana itu benar adanya. Dia bilang jalan adalah pemutus keterisoliran sebuah daerah.
“Makin bagus jalan, makin bagus juga kondisi pembangunan,” katanya ketika dijumpai di desanya, Minggu 26 Mei 2024.
Di tengah sukarnya anggaran untuk perbaikan jalan yang merupakan infrastruktur paling urgen karena berpengaruh ke tiga sektor penting yakni pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, Dinas PUPR Butur malah mengganggarkan beberapa pekerjaan lain dengan nilai lebih dari setengah miliar rupiah untuk satu paket proyek.
Menilik dari situs sirup.lkpp.go.id, beberapa paket itu diantaranya penataan halaman kantor mereka sebesar Rp 600 juta, lalu penataan halaman parkir Polres Buton Utara senilai Rp 800 juta. Ada pula anggaran untuk penyediaan dua mobil operasional yang masing-masing nilainya Rp 310 juta, kemudian paket iklan sebesar Rp 615 juta. Serta sejumlah perencanaan lainnya yang skala prioritasnya jauh di bawah kebutuhan infrastruktur jalan.
Menggugat Pemerintah Karena Jalan Rusak
Dikutip dari hukumonline.com, masyarakat yang mengalami kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak, dibolehkan menggugat pemerintah. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pasal 24 UU LLAJ menyebutkan, penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Lalu penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, itu artinya tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu. Menurut Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ, apabila penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat/pemerintah daerah tidak dengan segera memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta.
Jika karena kerusakan jalan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Jika mengakibatkan korban meninggal dunia, pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta.
Sedangkan bagi penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. Jika tidak melakukan hal yang diperintahkan undang-undang tersebut, pemerintah dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Baubau, Adv Adnan SH MH menegaskan pemerintah berkewajiban melakukan perbaikan di jalan yang menjadi kewenangannya masing-masing. Jika tidak diindahkan, masyarakat dapat melakukan gugatan perdata dengan alasan perbuatan melawan hukum.
Gugatan yang dimaksud dapat berbentuk gugatan warga negara atau Citizen Lawsuit dengan tuntutan agar pemerintah daerah melaksanakan kewajiban sesuai perintah undang-undang. Atau dapat juga melakukan gugatan perdata umum bagi pihak yang merasa dirugikan secara materil maupun immateril atas kerusakan jalan tersebut.
Dasar hukumnya kata Adnan, pada pasal 1365 KUHPerdata yang menjelaskan, tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
“Gugatannya dilakukan ke Pengadilan Negeri, tinggal memilih gugatan jenis mana yang ditempuh,” ungkap Sekretaris DPC Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Kota Baubau itu kepada wartawan, Senin 3 Juni 2024.
Bahkan menurutnya lagi tindakan pemerintah yang tidak melakukan perbaikan jalan tersebut, dapat dilaporkan secara pidana apabila ada pihak yang mengalami kecelakaan yang diakibatkan kerusakan jalan itu. Ancaman pidananya ada di pasal 273 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Penulis: La Ode Adnan Irham