BOLMUT,SULAWESION.COM– Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Sirajudin Lasena meninjau lokasi dampak abrasi di dusun III desa Bolangitang II, Kecamatan Bolangitang Barat, Senin 8 Desember 2025.
Bupati didampingi beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait termasuk Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Bolmut.
Sekretaris dinas PUTR Bolmut Syaiful Rizal Samsudin mengatakan pemerintah Kabupaten menyatakan komitmen serius dan berkelanjutan dalam upaya mitigasi serta penanganan dampak abrasi pantai.
“Yang semakin mengancam wilayah pesisir, khususnya di daerah-daerah rentan. Fenomena ini telah menimbulkan kerugian signifikan, baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial bagi masyarakat pesisir,”jelasnya.
Menurutnya, fokus utama penanganan abrasi pantai di Bolmut akan dilaksanakan secara terintegrasi dan multisektor, mencakup langkah-langkah sebagai berikut.
“Pembangunan infrastruktur perlindungan pesisir. Memprioritaskan pembangunan fisik seperti pemecah ombak (groin/breakwater), tanggul laut, dan revetmen di lokasi-lokasi kritis,”katanya.

Terkait kunjungan ke pesisir pantai Bolangitang II dimana ditemukan abrasi Bolangitang II telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
“Mengancam pemukiman warga, fasilitas publik, dan lahan pertanian/perkebunan di tepi pantai. Kerusakan garis pantai telah terlihat jelas dan membutuhkan intervensi segera,”katanya saat dihubungi media ini.
Prioritas intervensi fisik. Desa Bolangitang II dan beberapa desa pesisir yang terancam abrasi pantai di Bolmut ditetapkan sebagai zona prioritas I penanganan abrasi.
Saat ini Pemda telah berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) I dan akan segera melakukan audience dengan pihak BWS terkait penanganan abrasi ini.
Pemerintah Daerah Bolmut juga mengharapkan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat.
“Pemerintah pusat, dan pihak swasta untuk bersama-sama menjaga kelestarian wilayah pesisir Bolmut demi masa depan yang berkelanjutan,”harapnya.
Sementara itu, kabarnya pemkab Bolmut akan segera melakukan kunjungan ke BWSS I pada pekan ini.
Kepala desa Bolangitang II, Desmon Pua mengatakan pihaknya telah mengusulkan ke Balai Wilayah Sungai (BWS) sudah tiga kali.
“Usulan proposal ini sejak tahun 2022, tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut,”katanya.
Menurutnya, dusun III ini ada 86 Kepala Keluarga (KK) kalau tidak segera dibangun tanggul penahan abrasi bakal hilang rumah-rumah disini. Bisa-bisa satu dua tahun lagi.

“Bahkan sudah ada satu rumah yang telah dipindahkan karena ancaman abrasi,”ujarnya.
Ia juga menyampaikan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolmut telah menyerahkan 150 karung untuk mencegah abrasi sementara pada Minggu 7 Desember 2025.
Sebelumnya Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Gusti Ayu Ketut Surtiari,
menyampaikan perlu ada pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang dampak perubahan iklim yaitu adanya potensi risiko kenaikan muka air laut dan peningkatan arus gelombang laut.
“Dampak lainnya adalah terjadinya intrusi air laut. Akibatnya adalah akan meningkat terjadinya banjir rob yang semakin parah dan abrasi yang membahayakan penduduk yang tinggal di sepanjang pesisir,”ujarnya.
Ayu Surtiari yang mendalami kajian terkait dengan adaptasi perubahan iklim, ketahanan masyarakat pesisir perkotaan dan juga ketahanan masyarakat pulau-pulau kecil menambahkan intrusi air laut juga dapat mempengaruhi tidak hanya kualitas air bersih untuk keperluan penduduk pesisir tetapi juga dapat mengancam petani tambak yang memanfaatkan air payau untuk tambak ikan.
“Pemahaman yang tepat akan mengantarkan pada strategi adaptasi yang lebih tepat,”katanya kepada media ini.
Selain pengetahuan dan pemahaman yang tepat, pemerintah dan masyarakat juga harus belajar dari pengalaman (social learning).
Banjir yang terjadi bukan hal yang baru. Banjir sudah terjadi secara berulang namun menjadi lebih intens dan lebih sering dengan dampak yang lebih parah dalam beberapa tahun belakangan ini.
“Pembelajaran yang dimaksud adalah melakukan evaluasi atas strategi yang sudah dilakukan selama ini. Apakah upaya mitigasi sudah dilakukan dengan dampak jangka panjang atau masih bersifat reaktif jangka pendek,”jelasnya.
Jika jangka pendek, maka kejadian berulang di masa mendatang akan terjadi lagi karena potensi dampak perubahan iklim di masa mendatang akan terus meningkat.
Kelompok yang lemah memerlukan bantuan dan dukungan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Karena kelompok yang lemah adalah kelompok yang paling terpengaruh namun memiliki kapasitas yang paling terbatas.
Oleh karena itu, kata Ayu, ketika harus menanggung dampak perubahan iklim, mereka menjadi lebih kewalahan.
“Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk upaya pengurangan bencana banjir dan adaptasi, misalnya dapat menanam tanaman penahan air sesuai dengan kondisi tanah pesisir. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, karena adaptasi perubahan iklim memerlukan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta serta pihak lain,”ungkapnya.
Selain itu perlu kerjasama berbagai pihak termasuk swasta untuk membangun ketahanan pesisir yang terdiri dari pembangunan infrastruktur pelindung kawasan pesisir, regulasi untuk pemanfaatan kawasan pesisir.
“Mulai mempertimbangkan solusi berbasis alam seperti penanaman mangrove atau tanaman pelindung sesuai dengan karakteristik lokasi setempat,”jelasnya.







