Wabup Blora Akan Tutup Semua Dapur MBG Jika Tidak Bersertifikat Laik Higiene

Wakil Bupati Blora, Hj. Sri Setyorini

BLORA,SULAWESION.COM — Pemerintah Kabupaten Blora memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Wakil Bupati Blora, Hj. Sri Setyorini, selaku Ketua Satgas MBG, menegaskan seluruh dapur program Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) di daerahnya wajib memenuhi standar kelayakan higienis dan sanitasi.

“Seluruh dapur SPPG wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) paling lambat 1 November 2025. Jika tidak, kami akan tutup sementara operasionalnya dan laporkan ke Badan Gizi Nasional (BGN),” tegas Wabup Sri Setyorini dalam Rapat Koordinasi MBG di Pendopo Kabupaten Blora, Senin (13/10/2025).

Rakor tersebut dihadiri jajaran Forkopimda, Korwil SPPG, Kepala Dinas terkait, Forkopimcam, Kepala Puskesmas, hingga para ahli gizi dari seluruh kecamatan.

Wabup menyebutkan, saat ini terdapat 55 dapur SPPG aktif di Blora, dan semuanya harus segera memenuhi ketentuan kelayakan sebelum batas waktu yang ditentukan.
“Kami tidak main-main. Ini menyangkut keselamatan dan kesehatan anak-anak penerima manfaat. Pemerintah siap melakukan pendampingan, tapi standar tetap harus dipenuhi,” ujarnya.

Selain SLHS, Wabup juga menekankan pentingnya keberadaan tester makanan di setiap dapur. “Kami minta seluruh dapur punya tester makanan untuk memastikan kelayakan sebelum dikonsumsi anak-anak,” tambahnya.

Langkah pengetatan ini diambil setelah meningkatnya laporan dan aduan terkait kualitas menu MBG di beberapa titik.
“Banyak laporan masuk ke kami. Karena itu, hari ini kami kumpulkan seluruh ahli gizi agar menyatukan visi dan persepsi tentang standar makanan bergizi dan aman untuk anak-anak sekolah,” jelasnya.

Dalam forum itu, Wabup juga meminta para camat selaku koordinator wilayah MBG agar segera melakukan pemetaan ulang (mapping) dapur SPPG dan sasaran penerima manfaat. “Kami beri waktu satu minggu untuk mapping ulang. Kalau ada dapur overload, kita geser agar distribusi lebih merata,” ujarnya.

Sri Setyorini juga mengingatkan soal ketepatan penggunaan anggaran MBG. Ia menegaskan, alokasi Rp10.000 per penerima manfaat harus digunakan sepenuhnya untuk bahan makanan, bukan biaya operasional lainnya.
“Dana operasional dan sewa sudah dipisahkan. Tidak boleh ada pemotongan. Semua harus digunakan untuk pembelian bahan makanan yang layak,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Nur Intan, Ahli Gizi dari SPPG Karangjati 1 (SPPG Larasati), memaparkan pentingnya peran ahli gizi dalam menjaga kualitas makanan.
“Ahli gizi bekerja mulai dari perencanaan menu, pemilihan bahan, hingga proses quality control saat memasak. Kami juga menyiapkan golden sample agar porsi makanan anak-anak sesuai standar gizi,” ujarnya.

Ia menjelaskan, setiap bahan makanan yang diterima akan disortir ketat. “Kalau ada bahan yang busuk atau berlubang, langsung kita retur ke pemasok. Kita ingin anak-anak makan dengan aman,” katanya.

Selain itu, setiap pagi tim ahli gizi melakukan uji organoleptik, yakni mencicipi makanan untuk memastikan rasa dan kelayakan sebelum dikirim ke sekolah.
“Kalau ada masukan dari sekolah, misalnya anak-anak kurang suka dengan menu tertentu, kami segera menyesuaikan. Prinsipnya, makanan harus bergizi, aman, dan disukai anak-anak,” tambahnya.

Pemkab Blora menargetkan seluruh dapur SPPG tersertifikasi sebelum akhir tahun. Dengan langkah ini, Blora berharap menjadi salah satu daerah percontohan pelaksanaan program MBG yang aman, higienis, dan tepat sasaran.

“Ini bukan sekadar program memberi makan, tapi investasi untuk masa depan anak-anak Blora,” tutup Wabup Sri Setyorini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan