TOMOHON, SULAWESION.COM – Kontestasi partai politik di Indonesia kerap diwarnai berbagai persoalan yang substansial. Baik sebelum dan sesudah, dinamika peserta pemilu pun kerap menjadi atensi publik.
Sistem pemilu yang masih berbasis penggunaan kertas turut menyokong angka deforestasi di Indonesia. Penebangan pohon yang berasal dari hutan produktif atau hutan alami secara tidak langsung membuka kran perubahan iklim atau climate change.
Selain kertas suara yang mendorong deforestasi, alat peraga kampanye atau apk dalam hal ini penggunaan baliho masih menjadi tren partai politik peserta pemilu sebagai salah satu media sosialisasi paslon.
Seharusnya partai politik peserta pemilu mempunyai kesadaran lingkungan. Pemasangan apk yang ditancap langsung di pohon adalah bukti konkret ketidaksadaran dan minimnya pengetahuan dampak lingkungan yang berkelanjutan.
Terkait hal ini, penyelenggaraan pemilu berbasis lingkungan harus menjadi urgensi seluruh elemen baik lintas sektoral maupun masyarakat untuk menindaklanjuti persoalan dampak lingkungan yang terjadi akibat kontestasi partai politik.
Komisioner KPU Sulawesi Utara Awaludin Umbola saat membuka sosialiasi tahapan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Utara tahun 2024 di Wawowow Kota Tomohon yang akan berlangsung selama tiga hari mulai Jumat-Minggu (5-7/7/), yang melibatkan komunitas pecinta alam menyatakan dapat merumuskan rekomendasi penyelenggaraan pilkada serentak pada 27 November mendatang ramah lingkungan.
“Akan lahir gagasan baru untuk membersamai proses pilkada kita. Gagasan yang nantinya akan membersamai proses politik di daerah kita yang tidak menyepelekan hal-hal yang bersentuhan dengan lingkungan,” ujar Umbola.
Ia menjelaskan substansi pemilu selain jujur, bebas, rahasia dan adil, itu harus ditelisik secara mendalam berdasarkan perspektif lingkungan.
Menurutnya masyarakat harus mempunyai kesadaran dan kekritisan menelaah kebijakan maupun setiap proses tahapan pilkada yang akan berlangsung.
Rekomendasi sekaligus langkah konkret komunitas pecinta alam mempunyai konsekuensi penyelenggaraan pemilu berbasis lingkungan di setiap tahapan kontestasi partai politik.
“Saat kampanye, banyak partai politik peserta pemilu pasti akan merusak pohon. Bagaimana kemudian partai politik peserta pemilu agar tidak merusak pohon, merusak lingkungan,” jelas Umbola.
“Mengedukasi kepada masyarakat pentingnya isu-isu lingkungan disisipkan di kehidupan kita, bagaimana kesadaran membuang sampah. Efektivitasnya yaitu bagaimana membangun kesadaran masyarakat dari hal-hal kecil di lingkungan kita,” sambungnya.
Senior Mapala Wallacea ini pun tak bisa menampik jika kemudian pihaknya akan mendorong tempat pemungutan suara (tps) ramah lingkungan. Hal ini merupakan langkah awal sekaligus solusi penyelenggara pemilu meminimalisir dampak lingkungan.
“Mari kita bicarakan bersama-sama sebagai pegiat lingkungan yang punya keresahan bersama. Bagaimana kemudian KPPS di Sulawesi Utara tidak lagi menggunakan air minum dalam kemasan. Apalagi kita mempunya 57 ribu kpps di Sulawesi Utara,” tandasnya.