WALHI Bangun Ekosistem Ekonomi Nusantara di 28 Provinsi di Indonesia

Dari kiri ke kanan: Farah Sofa (Program Officer Natural Resources and Climate Change Ford Foundation Indonesia), Zenzi Suhadi (Direktur Eksekutif Nasional WALHI) dan Roni Usman (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia/AP2SI) memberikan paparan pada sesi Media Briefing “Ekonomi Nusantara Solusi Pulihkan Alam Indonesia” di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta Selatan, Senin 29 April 2024. (Foto: WALHI)

JAKARTA, SULAWESION.COM – Memperingati Hari Bumi pada 22 April 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama Ford Foundation menggelar diskusi media untuk mempromosikan Ekonomi Nusantara.

Ekonomi nusantara merupakan model “ekonomi restoratif” yang kedaulatan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam dalam rangka memulihkan alam Indonesia.

Bacaan Lainnya

Di acara yang diadakan pada tanggal 29 April 2024 ini, WALHI menyampaikan penerapan ekonomi nusantara dengan membangun jejaring promosi dan pemasaran hasil-hasil bumi lebih dari 1,3 juta lahan. Sebaran area ini terdapat di 28 provinsi dengan melibatkan lebih dari 199.767 kepala keluarga.

Hadir dalam acara ini sebagai narasumber Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi yang menekankan urgensi peralihan ekonomi eksploitatif berprinsip kapitalisme pada ekonomi yang membawa perbaikan pada alam dan masyarakat.

Petani kopi di kebun perbukitan Kamojang, Desa Ibun, Jawa Barat, menunjukkan hasil budidaya tanamannya. Daerah yang dulunya rentan terbakar kini kembali hijau karena dikelola secara bertanggung jawab oleh masyarakat lokal. (Foto: WALHI)

Hari Bumi menjadi titik balik bagi penanganan krisis iklim akibat ekstraksi lingkungan yang bertentangan dengan aspek ekologi dan sosial, dengan mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi. Walhasil, ketimpangan sosial-ekonomi semakin tinggi, sementara keanekaragaman hayati berangsur hilang.

“Skema ekonomi nusantara mendukung praktik-praktik ekonomi lokal yang berkelanjutan dan menyatukan nilai-nilai ekologi, sosial dan ekonomi secara seimbang. Secara alami ekonomi nusantara menumbuhkan ekosistem baru yang di dalamnya berupa jaringan ekonomi komoditas yang dihasilkan oleh komunitas dari wilayahnya dengan tujuan untuk memulihkan hak-hak rakyat, ekosistem dan ekonomi,” ujarnya.

Zenzi memaparkan bahwa roda penggerak dari ekonomi nusantara terletak pada pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat (WKR). WKR merupakan mekanisme pengelolaan wilayah tertentu yang integratif dan partisipatif baik dalam aspek kepemilikan, konsumsi, tata kelola dan produksi.

Dengan demikian, WKR mampu menguatkan kedaulatan wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) atas pengelolaan sumber daya alam.

“WKR menjadi pondasi sekaligus kunci bagi WALHI dalam menciptakan ekosistem ekonomi nusantara sebagai upaya mendorong kemandirian ekonomi komunitas sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan dan energi dengan mengurangi emisi dan menyerap karbon,” tambahnya.

Tata Produksi: Salah satu masyarakat Desa Ibun, Jawa Barat, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas kopi. (Foto: WALHI)

Pada kesempatan yang sama Program Officer Natural Resources and Climate Change Ford Foundation Indonesia Farah Sofa menyatakan dukungannya terhadap ekonomi nusantara yang digagas oleh WALHI.

Hal ini sejalan dengan visi Ford Foundation sebagai lembaga filantropi untuk memperjuangkan keadilan sosial di tingkat tapak dengan memperhatikan mitigasi terhadap krisis iklim.

“Salah satu isu yang menjadi perhatian Ford Foundation adalah ekonomi restoratif yang berfokus pada mekanisme ekonomi yang holistik, berkelanjutan dan selaras dengan alam. Ekonomi nusantara sebagai salah satu bentuk dari ekonomi restoratif menjadi contoh atas praktik ekonomi yang berkelanjutan dan selaras dengan alam serta mengutamakan kemandirian ekonomi masyarakat akar rumput,” imbuh Farah.

Ekonomi nusantara sebagai solusi krisis Laporan penelitian WALHI yang bertajuk “Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia” pada tahun 2019-2021 di lima lanskap ekologis yakni gambut, hutan dataran tinggi, perbukitan hutan dataran rendah dan pesisir yang dilakukan di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Jawa Timur dan Kalimantan Timur menunjukkan praktek ekonomi nusantara tetap eksis dan menopang kehidupan rakyat.

“Di tingkat tapak praktik ekonomi nusantara hanya mungkin dilakukan dengan baik jika ada pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat. Sampai saat ini WALHI mendampingi 1,3 juta lahan yang dikelola oleh komunitas. Dari pendampingan tersebut WALHI berhasil mengidentifikasi 77 jenis sumber pangan dan komoditas potensial sebagai sumber kesejahteraan komunitas, basis pembangunan ekonomi nasional dan pangan global,” papar Zenzi.

Hasil budidaya dari Kalaodi, Maluku Utara, seperti komoditas pala, cengkeh, kenari, kayu manis, durian, dan pinang. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan oleh warga berhasil menjaga alam dari praktik ekonomi yang cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. (Foto: WALHI)

Perwakilan dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bayang Bungo Sumatera Barat Sri Hartati menceritakan praktek ekonomi nusantara dalam menghasilkan produk turunan hasil tanaman hutan yakni sirup pala.

Produk ini menjadi unggulan pemerintah Nagari Kapujan dan berhasil menjuarai kompetisi produk UMKM tingkat Kabupaten Pesisir Selatan. Astrid Hasan, perwakilan dari komunitas di Desa Kalaodi, Maluku Utara juga turut hadir secara daring.

“Masyarakat Kalodi tidak mengenal konsep kepemilikan tanah, melainkan hanya kepemilikan pohon berdasarkan jenis tanaman pala dan cengkeh yang ditumpang sarikan dengan kenari, kayu manis, durian dan pinang,” Ungkap Astrid.

Masyarakat Kalaodi juga masih mempertahankan peruntukan lahan untuk kepentingan sosial (tanah desa, tanah masjid, tanah lingkungan). Budaya masyarakat Kalaodi selalu mengedepankan menjaga alam. Segala peraturan mengenai pengelolaan sumber daya alam selalu diputuskan melalui musyawarah mufakat.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Roni Usman menekankan bahwa pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat terbukti efektif memulihkan lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal itu setidaknya bisa dibuktikan di Desa Ibun, Jawa barat.

Bentang alam Kelurahan Kalaodi, Maluku Utara. Pengelolaan hutan secara berkelanjutan oleh warga diinspirasi oleh tradisi turun temurun di area tersebut yang mengedepankan kesejahteraan bersama alih-alih kepemilikan lahan individual. (Foto: WALHI)

“Izin pengelolaan perhutanan sosial yang dikeluarkan KLHK pada tahun 2017 telah dikelola secara bertanggungjawab oleh komunitas Desa Ibun. Kawasan hutan yang dulunya hanya ditumbuhi ilalang dan rentan kebakaran kini dikelola warga dengan memadukan kopi dengan tanaman hutan. Saat ini lebih dari 60 persen kawasan hutan yang dulunya terbuka telah hijau kembali, di saat bersamaan kopi yang ditanam menjadi sumber pendapatan baru,” Ungkap Roni Usman.

Pengakuan dan perlindungan terhadap WKR menjadi pondasi yang krusial dalam mewujudkan visi ekonomi nusantara yang berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal.

Hal ini terbukti dari pulihnya lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan warga ketika warga mendapat hak pengelolaan.

Oleh karena itu, pengakuan dan perlindungan terhadap WKR perlu diprioritaskan sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial di Indonesia.

Inilah cara Indonesia menjadi pemimpin iklim, memberikan contoh kepada negara-negara lain tentang cara mengembangkan ekonomi yang adil dan merata.

Tentang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota lebih dari 500 organisasi dari unsur organisasi non pemerintah dan organisasi pencinta alam, serta 203 anggota individu yang tersebar di 28 provinsi di Indonesia.

Sejak tahun 1980 hingga saat ini, WALHI secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia.

WALHI bekerja untuk terus mendorong terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup, dilindungi serta dipenuhinya hak asasi manusia sebagai bentuk tanggung jawab Negara atas pemenuhan sumber-sumber kehidupan rakyat.

Tentang Ford Foundation

Ford Foundation adalah organisasi filantropi independen yang bekerja untuk mengatasi ketidaksetaraan dan membangun masa depan yang berlandaskan keadilan.

Yayasan ini telah bekerja di Indonesia selama lebih dari 70 tahun dan telah mendukung para visioner di garis depan perubahan sosial, dipandu oleh misinya untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan, mempromosikan kerja sama internasional dan memajukan pencapaian manusia.

Saat ini dengan sumbangan global sebesar $16 miliar, Ford Foundation memiliki kantor pusat di New York dan 10 kantor regional di seluruh Afrika, Asia, Amerika Latin dan Timur Tengah.

Kontak Media:
Chatresa Barkah – ID COMM
Chesa@idcomm.id
0812-8054-3030

Siaran Pers

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *