Mantan Pjs Walikota Bitung Jadi Saksi di Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Eks HGU PT. Kinaleosan

Mantan Pejabat Sementara (Pjs) Walikota Bitung, Edison Humiang. (Dokumentasi | Yaser Baginda)

BITUNG, SULAWESION.COM – Mantan Pejabat Sementara (Pjs) Walikota Bitung, Edison Humiang menjadi saksi pada sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah eks HGU PT. Kinaleosan di Kelurahan Girian Indah, Kecamatan Girian.

Selain Edison Humiang, pada sidang lanjutan tersebut menghadirkan 2 saksi lainnya pada perkara yang melibatkan Lurah Girian Indah, LS sebagai terdakwa yang diduga telah melakukan pemalsuan dokumen tanah milik Paul Batuna.

Bacaan Lainnya

Dari keterangan yang disampaikan di hadapan Majelis Hakim, Edison Humiang menjelaskan bahwa ada 800 warga yang bermukim di Kelurahan Girian Indah yang membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) di kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bitung.

“Saya pernah perintahkan kepada kepala Bapenda agar menerima pembayaran pajak atau PBB dari warga di lokasi tanah eks HGU PT. Kinaleosan sebagai bagian dari kepatuhan warga negara untuk membayar kewajiban pajak mereka,” jelas Edison Humiang.

Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bitung itu juga menjelaskan bahwa saat itu ada program PTSL atau program pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat yang ingin memiliki sertifikat tanah.

Sedangkan status PBB yang dibayar oleh warga, Edison Humiang mengatakan itu semua sudah berproses dari tingkat paling bawah. Yakni, kelurahan kemudian di proses di Bapenda untuk diterbitkan lunas PBB.

“Semua prosesnya bermula dari kelurahan dan syaratnya adalah pemohon sudah bertempat tinggal di lokasi tersebut. Tapi PBB bukan jaminan hak atas tanah. Membayar pajak bukan syarat untuk memiliki tanah tersebut. Tapi ada proses lanjutan melalui pengurusan sertifikat,” lanjutnya.

Sedangkan terkait dengan terbitnya 800 sertifikat, Edison Humiang mengatakan bahwa itu lewat program pemerintah yang bernama PTSL.

“Jadi PBB itu menjadi pintu masuk buat warga untuk mengurus sertifikat pada waktu itu. Dan saya dengar 800 warga sementara mengurus sertifikat lewat program PTSL. Dan sertifikatnya sudah terbit yang diserahkan oleh gubernur Sulut,” ujarnya.

Ketua Majelis Hakim, Johanis Malo menjelaskan juga kronologis perkara kepada saksi. Dimana perkara yang disidangkan merupakan pidana pemalsuan dokumen.

“Hingga sekarang, sertifikat atas nama Paul Batuna sejak tahun 2004 adalah fakta hukum yang belum dibatalkan sampai saat ini. Soal kepemilikan tanah eks HGU sudah tidak dipermasalahkan dalam perkara ini. Karena tidak bisa ada 1 objek pemiliknya 2 orang, kan itu tidak mungkin. Jadi kenapa BPN menerbitkan lagi sertifikat untuk 800 padahal tanah tersebut sudah punya sertifikat,” jelas Johanis Malo yang juga adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bitung.

Sementara itu, kesaksian Humiang, ditanggapi Reinhard Mamalu, SH, MH, Kuasa Hukum keluarga Batuna.

Menurut Reinhard keterangan dibawah sumpah saudara Humiang justru menyingkap yang hal-hal terselubung yang selama ini disembunyikan terdakwa LS.

“Perlu diketahui, tanah hak milik keluarga Batuna secara tertib tiap tahun membayar PBB sejak SHM diterbitkan 2004,” katanya.

Namun, Humiang mengaku ketika menjabat sebagai Sekda Kota Bitung, memerintahkan Bapenda Bitung untuk memungut PBB dari orang-orang yang secara melawan hukum menduduki tanah keluarga Batuna tersebut.

“Ini sangat aneh. Lebih aneh lagi, Humiang menyatakan telah terbit 800 SHM di atas tanah SHM keluarga Batuna,” tegasnya sembari mengatakan sedang mengkaji kemungkinan proses hukum terhadap Humiang dan dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan