MANADO, SULAWESION.COM— Carut-marut permasalahan pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) semakin menjadi-jadi.
Save Sangihe Island (SSI) atau koalisi gerakan masyarakat sipil yang memiliki konsen terhadap isu lingkungan lebih tepatnya melawan korporasi perusahaan pertambangan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) harus menerima kabar miring/fitnah.
CEO PT TMS Terry Filbert dalam sebuah cuplikan video yang di siar lewat platform media sosial YouTube Star Official pada Minggu (29/1/2023), bertajuk “Kontrak Karya PT TMS Masih Berlaku. Ini Penjelasan Presdir Senior In-House Legal Counsel PT TMS” menyindir jika gerakan SSI tidak memprotes penambang ilegal karena mendapat sokongan dana dari aktivitas penambang tanpa izin.
“It’s how the leader of SSI earn they money, this is how they pay their schools fee for their kids and how they pay their cars (begitulah cara para pemimpin SSI mendapatkan uang mereka, begitulah cara mereka membayar biaya sekolah untuk anak-anak mereka dan bagaimana mereka membayar mobil mereka,” ujar Terry melalui penerjemah pengacara PT TMS Dr Rico Pandeirot SH LLM dalam video berdurasi 22,39 menit itu.
Penyampaian yang dianggap “playing victim” itu ditepis keras oleh salah satu Inisiator SSI Alfrets Pontolondo. Ia katakan, apa yang disampaikan oleh Terry Filbert merupakan fitnah atau pembohongan terhadap masyarakat, dan kemudian hanya akan menggiring opini publik. Semata-mata untuk menciderai deruh perjuangan SSI yang selama ini berpihak atas kedaulatan dan keutuhan pulau Sangihe dari pengrusakan lingkungan yang akan berkepanjangan.
“Tidak benar kami disponsori pelaku penambang emas liar, justru penggalangan dana yang dilakukan SSI itu sifatnya gotong-royong dari pihak-pihak yang merasa perlu berjuang membebaskan Sangihe dari korporasi yang bisa menjerumuskan alam Sangihe dalam kehancuran,” terang Pontolondo kepada sejumlah awak media di Manado, Jumat (10/2/2023).
“Terry Filbert bohong dan ini pembohongan publik, karena justru dana ini kami dapatkan salah satu sumbernya dari jemaat gereja GMIST Imanuel Keling, Balehumara di Kepulauan Tagulandang dan ini bisa dibuktikan,” sambungnya.
Pontolondo mengungkapkan, selama ini pendanaan SSI diperuntukan untuk kebutuhan sejumlah anggota koalisi masyarakat sipil seperti makan-minum, tiket dan penginapan sewaktu menghadapi persidangan di Manado maupun Jakarta. Dan sumbernya berasal dari kolektivitas sejumlah lembaga atau pendonor, hingga individu masyarakat yang konsen terhadap permasalahan lingkungan. Pernyataan Terry Filbert itu menurut Pontolondo, telah melecehkan lembaga atau pendonor tersebut.
Pontolondo yang Jumat kemarin didampingi Jull Takaliuang selaku Inisiator bersama Kuasa Hukum SSI Claudio Tumbel SH mengungkapkan bahwa PT TMS melalui salah satu pejabat Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe pernah menyatakan akan memberikan lahan seluas 10 Hektar dari luas konsesi PT TMS dari Kontrak Karya Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 dari Kementerian ESDM RI yakni 42.000 Hektar atau 420 Kilometer persegi, setara 56,98 persen dari total luas wilayah Pulau Sangihe 737 Kilometer Persegi kepada para pelaku penambang emas rakyat untuk beroperasi.
“Saya ingatkan lagi, itu informasi yang disampaikan salah satu pejabat Pemda Sangihe dari Dinas Lingkungan Hidup yaitu Ronald Isak saat pertemuan alumni SMP dan SMA Tahuna di Depok akhir bulan April 2021, dan itu banyak saksi yang mendengarkan,” ungkapnya.
Mengantisipasi PT TMS mengirim signal untuk tetap akan melanjutkan kegiatan usaha di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Pontolondo meminta aparat penegak hukum dalam hal ini institusi kepolisian untuk bersikap profesional, independen dan berkeadilan.
“Ada putusan hukum yang harus dihormati, sehingga saya minta pak Kapolda Sulawesi Utara mengawasi jajarannya yang berpotensi punya hubungan dengan korporasi tambang ini,” pinta Pontolondo.