Komisariat GMNI se-Kota Manado Kritisi Pemangkasan Anggaran Pendidikan

Kader GMNI Manado. (Foto: GMNI Manado)

MANADO, SULAWESION.COM – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dari beberapa komisariat dibawah pimpinan cabang Manado mengkritisi kebijakan Presiden RI, Prabowo Subianto terkait pemangkasan anggaran di sektor pendidikan.

Dewan Pengurus Komisariat (DPK) GMNI Fakultas Hukum (FH) Unsrat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsrat, Politeknik Negeri Manado (Polimdo), Fisip Unsrat, Fakultas Pertanian (Faperta) Unsrat, dan Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) pun angkat bicara.

Bacaan Lainnya

Mereka menilai keputusan Prabowo memangkas anggaran pendidikan tidak sejalan dengan amanat konstitusi negara yang menyoal pemberantasan kemiskinan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ketua Komisariat GMNI FH Unsrat, Viano Rumabi mengatakan salah satu dampak yang paling mencolok dari pemangkasan anggaran pendidikan yaitu program beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).

Akibat pengurangan anggaran Kemendikti Saintek sebesar 9 persen, sebanyak 663.821 mahasiswa penerima KIP-K terancam tidak menerima bantuan pada tahun 2025.

“Kenaikan biaya pendidikan bagi masyarakat, mahasiswa/i yang menerima KIP dimana sampai hari masih proses menempuh pendidikan di perguruan tinggi terancam putus kuliah di tengah jalan dan kemunduran sistem pendidikan di Indonesia hanya karena efesiensi anggaran
pendidikan,” kata Viano, Kamis (13/2/2025) malam.

Menurutnya, pendidikan seharusnya menjadi program prioritas karena lembaga tersebut merupakan alat pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Dimana pemerintah seharusnya memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia bukan malah mempersulit dan melemahkan lembaga pendidikan dengan cara pemotongan anggaran pendidikan,” ujarnya.

Senada dengan Viano, Sultan Nas Salindeho selaku Ketua Komisariat GMNI FEB Unsrat menyatakan, pemangkasan anggaran pendidikan yang menyasar beasiswa seperti KIP-K berpotensi mengikis aksesibilitas pendidikan bagi pihak yang rentan dari segi ekonomi.

“Jelas perlu diadakan perubahan dalam strategi kebijakan agar tidak mengorbankan esensi dari cita-cita terwujudnya generasi berkualitas. Tonggak harapan tercapainya masa depan yang cerah bergantung dari bagaimana sebuah bangsa menghormati pendidikan, termasuk bagaimana bangsa tersebut menghidupkan peluang bagi semua pihak,” tegas Sultan.

Ketua Komisariat GMNI Polimdo, Marchella Mumu menegaskan, jika memang pendidikan adalah pilar utama dalam upaya menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi, itu berarti dengan menghilangkan akses beasiswa bagi kelompok kurang mampu hanyalah langkah yang akan memperbesar kesenjangan sosial dan beresiko menimbulkan ketidakstabilan jangka panjang.

“Negara yang ingin mempertahankan kekuatan sosial dan ekonomi haruslah tetap dan terus berinvestasi pada dunia pendidikan, terkhususnya kelompok ekonomi rendah,” tegas Marchella.

Pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah tidak luput dari sikap kritis Ketua Komisariat GMNI Fisip Unsrat, Michelle Jacob. Dirinya menuturkan anggaran pendidikan yang dipangkas, bukan tidak mungkin Indonesia akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan intelektual.

“Di mana generasi mendatang tidak dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi tantangan global. Sebuah negara yang ingin maju harus berani memberi perhatian penuh kepada pendidikan, bukan malah mengorbankannya demi sektor lain yang mungkin lebih “menggiurkan” dalam jangka pendek, seperti pertahanan atau infrastruktur,” tutur Michelle.

Sementara itu, Ketua Komisariat GMNI Faperta Unsrat, Selmi Buakayu menanyakan urgensi pemangkasan anggaran di sektor pendidikan.

“Pemangkasan anggaran pendidikan adalah langkah awal membunuh mimpi anak bangsa. Apakah masa depan harus jadi taruhan demi makan gratis?,” tanya Selmi.

Selmi menekankan, KIP-K yang diterima mahasiswa kurang mampu merupakan kebutuhan akademik untuk melancarkan proses pendidikan di perguruan tinggi.

“Pemerintah harusnya mencari solusi bukan membuat masalah dan mengorbankan pendidikan. Bagaimana dengan mereka yang bermimpi berjalan jauh tapi jalannya dirusak sebelum sempat sampai tujuannya,” ujar Selmi.

“Katanya efesiensi, tapi ambilnya dari biaya pendidikan. Pendidikan bukan second choice,” ujarnya tegas.

Efisiensi anggaran pendidikan, Frani Karwur bilang, merupakan tindakan buruk yang semakin memperburuk kesenjangan sosial di Indonesia.

“Pemangkasan anggaran pendidikan terutama kartu Indonesia pintar merupakan tindakan yang buruk karena bisa menghambat akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia, dan memperburuk kesenjangan pendidikan di negara ini,” ucap Ketua Komisariat GMNI UNPI Manado ini.

Baginya pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Hak asasi yang harus dipenuhi pemerintah dan telah dimandatkan dalam UUD Tahun 1945.

“KIP merupakan alat vital untuk memastikan setiap anak dapat belajar tanpa hambatan finansial dan munculnya kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan KIP Kuliah ini sangat berdampak langsung pada kualitas pendidikan yang diterima,” kuncinya.

Sebelumnya, Presiden RI, Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.

Kebijakan ini menargetkan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada 2025 dapat membuat negara hemat hingga Rp306,69 triliun.

Salah satu dampak langsung dari kebijakan ini adalah pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).

Pemangkasan anggaran ini berpotensi mengguncang pelaksanaan berbagai program penting, terutama dalam sektor pendidikan tinggi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *