MANADO, SULAWESION.COM – Mengarungi lautan bukanlah hal baru bagi Romi Warong. Pria berusia setengah abad ini terbilang puas dengan dahsyatnya gemuruh badai di lautan lepas.
Bekerja sebagai nelayan di perairan Sulawesi Utara (Sulut), khususnya Kota Manado, keseharian Romi bergulat dengan perahu mesin ketinting. Menjala rejeki, menantang takdir nan marabahaya.
Hingga suatu waktu, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkenalkan penggunaan layar pada perahu. Historis sejarah nenek moyang Indonesia mencatat teknologi zaman bahula ini kepada generasi-generasi. Melalui ingatan yang disampaikan ke anak cucu, artefak, relief, bahkan peninggalan sejarah lainnya.
Romi bersama rekan-rekannya diajak diskusi oleh perwakilan Kemendikbudristek perihal budaya yang mengusung tema “Temu Nelayan Perkapalan Tradisional untuk Kehidupan Laut yang Berkelanjutan” di Pesisir Karangria Grand Luley Manado, beberapa waktu lalu.
Diraut wajah Romi terpancar keingintahuan dan rasa penasaran. Bukan tentang bagaimana bahan dasar yang dipakai sebagai layar, melainkan soal teknologi ini yang ditemukan para leluhur negeri berjuluk “Maritim” ini.
Pertemuan itu menghasilkan satu konsep acara. Dibaluti lomba ajang kecepatan dan ketangkasan penggunaan perahu layar, yang kemudian nantinya dapat dikembangkan dan dipakai oleh para nelayan sebagai alternatif penggunaan bahan bakar ketinting.
Minggu, 24 September 2023, langit Kota Manado bak warna lautan di pagi hari. 140 nelayan lokal tampil sigap dengan 70 perahu layar mereka, termasuk Romi.
Kolaborasi Kemendikbudristek bersama TNI Angkatan Laut itu dipadati ratusan masyarakat. Anak-anak, orang tua bahkan lansia berkerumun di bibir Pantai Karangria menyaksikan betapa hebatnya alat transportasi tradisional masa silam ini.
“Secara historis wilayah yang sekarang disebut sebagai Sulawesi Utara merupakan bagian dari Jalur Rempah pada masa lalu, tentu saja alat transportasi tradisional masyarakat Sulawesi masa silam adalah perahu layar. Dengan demikian Lomba Perahu Layar ini salah satunya dapat digunakan sebagai sarana untuk membangkitkan kesadaran sejarah masyarakat sekarang dengan kejayaan nenek moyang,” ungkap Kepala Balai Pelestarian Sulut Sri Sugiharta, Sabtu (23/9/2023) sore.
“Walaupun komoditas utama nelayan sekarang bukan rempah-rempah tapi dengan kegiatan lomba ini diharapkan nelayan dapat melestarikan pengetahuan dan teknologi perahu layar tradisional ini. Salah satu caranya dengan bersedia mewariskan pengetahuan dan teknologi perahu layar tradisional ini ke anak cucu dan generasi muda lainnya,” sambungnya berharap.
Sekira pukul 9.00 Wita, perahu layar jenis kayu maupun fiber/triplek yang terdiri dari kelompok-kelompok nelayan lokal berjejeran. Rute lomba dimulai dari Pantai Karangria, menuju Bunaken, lalu kembali ke Pantai Karangria sebagai garis finish.
Tak butuh waktu lama bagi Romi, selang tiga jam perahu fiber/triplek kategori kelas lima meter miliknya dengan nomor peserta 5508 menyentuh garis finish yang telah ditentukan panitia.
“Sangat baik bagi torang nelayan-nelayan, karena di sisi laeng ada keuntungan bagi torang, biar nelayan pemerintah ada peduli pa torang (sangat baik bagi kami nelayan-nelayan, karena di sisi lain ada keuntungan bagi kami, walau nelayan kami dipedulikan pemerintah),” ungkap Romi menggunakan dialeg Manado.
Penggunaan layar pada perahu, tutur Romi, sangatlah membantu di segi lingkungan maupun biaya melaut yang semakin besar. Tak khayal usai lomba nanti, Ia memastikan akan menggunakan layar di perahu untuk melaut sebagai upaya menghemat modal dan keramahan lingkungan yang diakibatkan penggunaan bahan bakar.
“Lebeh bagus karena kalo ada cilaka torang pe mesin ada layar yang bisa bantu, jadi kalo torang mo melaut musti mo bawah layar (Lebih bagus karena sewaktu mesin trouble ada layar yang bisa membantu, jadi kalau kami melaut harus membawa layar),” tuturnya.
“Torang lebeh bersyukur ada orang yang kase blajar pa torang nelayan (kami lebih bersyukur ada yang memberikan pelajaran kepada kami para nelayan),” tambah Romi yang tampak bahagia.
Selain Romi, adapula para juara peraih kategori perahu kayu maupun fiber/triplek. Di Kelas lima Meter Kayu nomor perahu 506 (juara I), nomor 504 (juara II), nomor 502 (juara III), nomor 505 (harapan I), nomor 501 (harapan II), nomor 503 (harapan III).
Kelas Enam Meter Kayu nomor perahu 611 (juara I), nomor 605 (juara II), nomor 613 (juara III), nomor 602 (harapan I), nomor 607 (harapan II), 608 (harapan III).
Kelas Lima Meter Perahu Fiber/Triplek nomor perahu 5508 (juara I), nomor 5502 (juara II), nomor 5504 (juara III), nomor 5503 (harapan I), nomor 5507 (harapan II), nomor 5512 (harapan III).
Kelas Enam Meter Perahu Fiber/Triplek nomor perahu 6601 (juara I), nomor 6616 (juara II), nomor 6614 (juara III), nomor 6622 (harapan I), nomor 6604 (harapan II), nomor 6615 (harapan III).
Kelas Tujuh Meter ke Atas Perahu Fiber/Triplek nomor perahu 7701 (juara I), nomor 7712 (juara II), nomor 7714 (juara III), nomor 7702 (harapan I), nomor 7708 (harapan II), nomor 7703 (harapan III).
Juara satu memperoleh hadiah uang tunai sebesar 10 juta rupiah , juara dua 8 juta rupiah, juara tiga 6 juta rupiah, harapan satu 5 juta rupiah, harapan dua 4 juta rupiah, harapan tiga 3 juta rupiah, kemudian 12 anak yang ikut bersama orang tua mereka bertanding diberikan dana apresiasi sebesar 1 juta rupiah oleh panitia.
( Liputan Khusus )