MAROS,SULAWESION.COM- Perkawinan anak telah lama menjadi isu yang merampas hak-hak anak saat usianya masih sangat belia. Pemerintah Kabupaten Maros kini mengambil langkah tegas dalam Pencegahan Pernikahan Anak (PPA) sebagai prioritas utama.
Salah satu inisiatif yang diambil adalah memfasilitasi Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam untuk memantau pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Starbas PPA) Tahun 2023 di Kabupaten Maros. Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Bupati Maros, AS Chaidir Syam di Gedung Baruga B pada Selasa (19/9/2023).
Data Dispensasi Perkawinan di Kabupaten Maros mencatat penurunan yang signifikan, mencerminkan keseriusan Pemerintah Kabupaten dalam mengatasi permasalahan ini. Pada tahun 2020, terdapat 239 permohonan dispensasi, kemudian angka ini turun menjadi 188 pada tahun 2019. Angka tersebut terus merosot menjadi 71 pada 2021, dan hanya tersisa 10 pengajuan dispensasi pada tahun 2022.
Bupati Maros, Chaidir Syam, yang sangat antusias terhadap upaya ini, menekankan pentingnya menangani perkawinan anak secara cepat dan efektif. Ia tidak mengelakkan bahwa perkawinan dini merupakan akar dari berbagai masalah sosial dan kesehatan yang menghantui masyarakat.
“Perkawinan anak bukan hanya masalah perkawinan, tetapi juga mengarah pada masalah ekonomi, stunting, perceraian, dan berbagai masalah lainnya. Terutama dari aspek kesehatan, banyak masalah yang berawal dari perkawinan anak,” ujar Bupati Chaidir.
Chaidir menjelaskan, secara nasional, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan angka pernikahan anak sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu sebesar 6,94 persen. Pemerintah telah menyiapkan Strategi Nasional (Starnas) PPA yang mencakup lima strategi utama, antara lain: meningkatkan kapasitas anak, menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, meningkatkan aksesibilitas dan perluasan layanan, memperkuat regulasi dan kelembagaan, serta mengintensifkan koordinasi pemangku kepentingan.
“Karena situasi dan penyebab perkawinan anak berbeda di setiap wilayah, kami di Maros telah menyusun Strategi Daerah (Strada) PPA yang merujuk pada Starnas. Hal ini telah membuktikan efektivitasnya dengan penurunan drastis dalam pengajuan dispensasi, hanya tersisa 10 permohonan terakhir,” ungkap Bupati Maros.
Sementara itu, Erin Enderson, Team Leader Inklusi, sangat mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Kabupaten Maros dalam mencegah perkawinan anak. Menurutnya, penurunan signifikan ini adalah hasil kerja sama erat dengan pengadilan, LSM, kelompok anak-anak, kaum muda, dan pemangku jabatan lainnya di Maros.
“Pemerintah Australia dan Indonesia memiliki komitmen bersama untuk mengurangi perkawinan anak dan mendukung upaya pencegahan perkawinan anak. Saat ini, kami tengah menyusun Panduan Praktis Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak untuk Pemerintah Daerah, yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Oktober mendatang,” tambahnya.
INKLUSI, sebagai proyek baru kata Erin, berkolaborasi dengan Bappenas dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk mendukung penyusunan Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak di seluruh Indonesia di tempat-tempat di mana INKLUSI beroperasi.
“INKLUSI juga bekerja sama dengan Kementerian Agama melalui program revitalisasi KUA bersama dengan organisasi keagamaan seperti mitra INKLUSI seperti Aisiyah, Lakpesdam, Fatayat NU, kapal Perempuan, dan jaringan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan edukasi bagi publik tentang pentingnya pencegahan perkawinan anak,” tutup Erin.(*)