Aliansi Sulut Menggugat: Adili Jokowi Pembegal Konstitusi dan Demokrasi

Aksi demonstrasi Aliansi Sulut Menggugat di Kantor DPRD Provinsi Sulut, Kota Manado, Jumat 23 Agustus 2024. (Foto: Adi Sururama)

MANADO, SULAWESION.COM – Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Sulawesi Utara (Sulut) Menggugat, menuntut agar mengadili Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi dinilai telah mengobrak-abrik demokrasi, sekaligus melucuti konstitusi Negara Republik Indonesia. Potret terkini situasi politik demi melanggengkan tujuan pragmatisme kekuasaan, menjadi dasar kajian Aliansi Sulut Menggugat melalui aksi demonstrasi yang dilakukan di Kantor DPRD Provinsi Sulut, Kota Manado, Jumat (23/8/2024).

Bacaan Lainnya

Massa aksi yang tergabung dari ratusan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi di Sulut setiba di kantor DPRD provinsi, langsung melantangkan orasi keberpihakan terhadap situasi bangsa hari ini.

Massa aksi menegaskan, putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.

Meski pada Kamis (22/8/2024) malam, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan pengesahan revisi UU Pilkada dibatalkan. Dasco menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lah yang berlaku untuk pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024 mendatang.

“Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong,” ujar Dasco.

Menurut massa aksi, jika tidak hal itu dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Elit penguasa dengan gamblang akan berupaya merongrong konstitusi di sendi-sendi penderitaan rakyat. Massa aksi mengatakan, pancasila yang merupakan dasar negara, hari ini diinjak oleh satu keluarga.

“Negara bukan milik Jokowi, negara bukan milik keluarga, negara bukan milik agama tertentu, negara bukan milik kelompok, tapi negara adalah milik masyarakat dari Sabang sampai Merauke,” kata mereka.

Massa aksi pun menggaungkan, jika hari ini mereka tidak lagi mengharapkan DPR dan partai politik. Hanya gerakan rakyatlah yang dapat menghancurkan segala bentuk penindasan.

“Kami meminta DPRD Provinsi Sulawesi Utara untuk menyatakan sikap dan komprehensif mengikuti segala bentuk putusan mahkamah konstitusi, dan melawan dinasti politik di Indonesia,” ucap orator massa aksi.

“Akan tetapi kita harus mengakui kekuatan gerakan rakyat yang diakui oleh seluruh rakyat Indonesia. Sudah cukup orang tua kita di PHK, sudah cukup melihat petani-petani kita dikriminalisasi,” sambungnya.

Mereka menganggap, pemerintah Republik Indonesia telah berbisnis bersama instansi kepolisian dan TNI untuk memuluskan kepentingan elit kekuasaan. Mereka kemudian mempertanyakan posisi DPR yang menjadi corong masyarakat sipil kini bungkam, buta, dan tuli melihat penderitaan rakyat.

“Menjadi satu pertanyaan, mungkinkah DPR hari ini tertutup dengan persoalan rakyat? Apakah DPR hanya mewakili pribadi? Dewan perwakilan rakyat, sudah bukan lagi DPR, melainkan hanya saling melindungi sesama. Hari ini DPR hanya tunduk pasrah melihat rakyat yang tertindas,” tegas orator massa aksi.

Hingga berita ini dipublikasi, tidak ada satupun perwakilan DPRD Provinsi Sulawesi Utara yang menemui massa aksi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *