Virus Demam Babi (ASF) Tidak Menjangkiti Manusia

Hewan babi ternak disalah satu peternakan di Kota Manado. (Foto: Noufryadi Sururama)

SULUT, SULAWESION.COM – Isu ASF (African Swine Fever) atau penyakit pada hewan ternak babi jadi topik hangat di beranda media sosial, baik Facebook dan Instagram setahun terakhir di Sulawesi Utara. ASF diyakini masyarakat dapat menjangkiti manusia.

Isu ini menggelinding usai Pemerintah Sulawesi Utara melalui Sekretaris Provinsi, Steve Kepel, melarang keras daging babi masuk ke wilayah Sulawesi Utara, Kamis, 1 Juni 2023.

Bacaan Lainnya

“Banyak ternak babi yang terkontaminasi ASF, oleh karena itu kami melakukan langkah pencegahan,” jelas Kepel kepada SULAWESION.COM di lobby utama Kantor Gubernur, Kota Manado, Kamis (1/6/2023).

Kemudian pada Rabu, 26 Juli 2023, Bahkan, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey memastikan virus ASF sudah masuk berdasarkan pemeriksaan sampel dari Kabupaten Minahasa yang diuji di laboratorium Makassar, Sulawesi Selatan.

“Dan hasilnya, memang virus ini sudah masuk,” kata Olly Dondokambey, Rabu (26/7/2023), dilansir dari BeritaManado.com.

Berkembangnya informasi terkait ASF yang dapat menjangkiti manusia di tengah masyarakat, turut mendongkrak kekhawatiran bagi peternak, penjual dan pemakan aktif daging babi.

Tentang Memakan Babi di Sulawesi Utara

Mengonsumsi daging babi sudah lazim bagi penduduk Sulawesi Utara, khususnya Minahasa.  Fakta di lapangan, hampir tiap rumah menyajikan makanan daging babi dan jadi tradisi di kalangan suku Minahasa.

Salah satu budaya asli suku Minahasa yaitu Endo Wangko, yang artinya Hari Besar atau Pengucapan. Dimana tradisi menjadikan daging babi sebagai santapan utama.

“Babi adalah Makanan Para Dewa”, kalimat itu dapat ditemui di jurnal yang ditulis Rina Palisuan Pamantung, Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Linguistik Universitas Sam Ratulangi Manado, berjudul “Tradisi Minahasa Terkait dengan Makanan Tradisional” yang diterbitkan pada tahun 2019.

Di tulisan di atas, mengurai tradisi suku Minahasa memakan daging babi menjadi santapan pada setiap acara syukuran dengan simbol berkat. “Wawi e pahpiaraan ne opo, tanu unuwune tua’ puuna- ka’ pa sirita punna”,  (Babi adalah binatang piaraan Dewa). Kemudian, “Nitumo seza wawi mamoali kakanen lumayak” (Oleh karena itu babi biasa dimakan orang).

Di zaman pemerintahan Minahasa sebelum abad ke-16, hewan babi memiliki posisi penting pada pagelaran upacara adat. Setiap potongan hewan memiliki simbol tersendiri dan dibagikan kepada pejabat pemerintahan oleh kesatuan organisasi adat.

Ketua Dewan Tua-tua (Potu’usan) mendapat kaki belakang dan depan yang disebut “Kembeng“, Kepala Hukum Besar (Walak atau Ukung Wangko) mendapat Rahang Bawah, Kepala Perang atau Kapitan (Teterusan) mendapat Daging Punggung Kiri yang disebut “Lolas atau Kawi’i, Hakim (Gumigrot) mendapat Daging Punggung Kanan yang disebut Lolas Kakan, Wanita (Walian in Uma) dan Pria (Walian Lele’en) mendapat Rusuk Kiri yang disebut Salaksakkawi’i, Pemimpin Pria atau Wanita (Walian Peposanan) mendapat Rusuk Kanan (Salaksak Kakan).

Kaki Babi sebagai simbol ke arah tujuan kehidupan masyarakat untuk dewan tua-tua, Kepala Babi simbol dari berpikir (Gegenang) sekaligus berperang (menggigit) dan berbicara kepada masyarakat. Otot Pungggung sebagai simbol dari menyerang sesuai dengan hukum-hukum berperang untuk Tona’as sebagai Kepala Walak. Rusuk sebagai simbol pelindung hati dan jantung atau nyawa manusia menjadi urusan dari para Walian Pendeta Agama Suku (Inkiriwang, 2004). Dari sejarah di atas, orang Minahasa memang identik pemakan daging babi.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado

Virus ASF pada hewan babi ternak tidak menjangkiti manusia. Ini ditegaskan langsung Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado Dr Ir Johny S Tasirin MScF PhD, saat diwawancarai Sulawesion di ruang kerjanya, Kamis, 2 November 2023.

“ASF tidak menjangkiti manusia,” tegas Tasirin.

 

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado Dr Ir Johny S Tasirin MScF PhD. (Foto:   http://Researchgate.net/profile )

Tasirin yang juga dikenal sebagai Pegiat Konservasi Keanekaragaman Hayati memiliki kekhawatiran tersendiri, yaitu jika seandainya virus ASF bertransmisi ke babi hutan atau babi rusa maka akan berakibat fatal.

“Seandainya transmisi ASF itu terjadi ke babi hutan atau babi rusa maka tidak bisa dicegah, kalau babi ternak kan itu terkelompok, ada kandang. Jadi distribusi secara alami itu tidak ada, tapi kalau itu di hutan, tidak ada yang melarang babi itu pindah. Daerah jelajahnya itu akan mengakibatkan penjangkitan ke semua dan tiba-tiba kita akan melihat bangkai-bangkai babi di hutan,” jelasnya khawatir.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara

Penegasan virus ASF pada hewan ternak babi tidak menjangkiti manusia. Ini disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara, dr Gysje Pontororing MSc PH, saat ditemui di ruang kerjanya, 24 November 2023.

“Untuk kasus ASF ini, yah sudah terkonfirmasi bahwa itu ASF masuk penyakit pada babi ternak saja, tidak menjangkiti manusia,” tegas dr Gysje.

Sejauh ini, ungkap dr Gysje, pihaknya rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui puskesmas-puskesmas di setiap kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Bahkan dinas kesehatan daerah secara umum menerapkan PHBS atau Pola Hidup Bersih dan Sehat, yang mengatur secara general sampai mencuci tangan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dr Gysje Pontororing MSc PH. (Foto: Pribadi)

“Itu kami lakukan secara umum untuk melindungi kita dari berbagai macam penyakit menular, yah mungkin termasuk ancaman dari ASF. Nah kalau untuk ASF spesifik sendiri karena memang sudah terkonfirmasi bahwa itu penyakit pada babi ternak memang tidak membahayakan. Jadi, pekerja-pekerja yang di peternakan babi hanya melakukan perlindungan yang umum saja. Itu kan ada penyuluhan bagaimana kasih bersih kandang segala macam dan akhirnya sampai sekarang kasus bisa dikendalikan,” ungkap dr Gysje.

Lanjut dr Gysje, sewaktu virus ASF melanda pada pertengahan tahun 2023, rekan sejawatnya yang bertugas di puskesmas di setiap kabupaten/kota langsung merespon cepat. Waktu itu pun turut dipantau trend penyakit melalui SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon).

“Mereka yang akan melakukan verifikasi berita-berita atau informasi tersebut di lokasi dan kalau dalam proses itu kami bekerjasama, berkoordinasi dengan dinas peternakan,” tukasnya.

dr Gysje menjelaskan, jika di bidang kesehatan mereka mempunyai sistem berjalan untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan yang disebabkan oleh penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh binatang ke manusia. Misalnya ada kematian mendadak hewan seperti babi di suatu wilayah, kematian mendadak dalam jumlah yang cukup banyak.

Zoonosis pada hewan babi disebabkan oleh bakteri Streptoccocus zoopidemicus. Bakteri Streptoccocus Sp menyebar di dalam tubuh babi melalui peredaran darah sehingga memicu peradangan di seluruh tubuh, seperti peradangan pada selaput otak (meningitis) dan peradangan persendian (poliartritis).

“Nah, itu biasa respons untuk mencari tahu apa penyebab dan menilai resiko terhadap kemungkinan terjadinya wabah karena zoonosis, itu sudah ada namanya tim gerak cepat di puskesmas. P2P berfungsi melakukan observasi pada manusia yang dikategorikan beresiko tinggi yaitu orang-orang yang terlibat di lokasi, misalnya para pekerja di peternakan. Kami jadi selama proses menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium dari dinas peternakan untuk memastikan diagnosa penyakitnya apa pada binatang itu, kami melakukan observasi yaitu pemantauan yang ketat pada orang yang di dekat situ sebagai kontak terdekat, untuk melihat, memantau keadaan kesehatan mereka,” jelas dr Gysje.

“Dinas peternakan merupakan leading sector (penggerak) untuk penyakit-penyakit pada binatang atau hewan, biasa kami kerjasama. Dari peternakan lah yang akan menginisiasi konfirmasi laboratorium untuk meyakinkan diagnosanya apa pada binatang tersebut,” sambungnya.

Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado

Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado memiliki tupoksi melakukan pencegahan terkait masuk-keluar tersebarnya hama penyakit hewan karantina, hama penyakit ikan karantina dan hama penyakit organisme pengganggu tumbuhan karantina.

Sampel Pengujian Daging Babi. (Sumber PPID System Mailer Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado).
Sambungan Sampel Pengujian Daging Babi. (Sumber PPID System Mailer Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado)

Pengawasan dan pencegahan dilaksanakan di border. Border merupakan tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, seperti Pelabuhan Manado, Pelabuhan Bitung, Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado, Pelabuhan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Pelabuhan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud.

Sub Koordinator Pengawasan dan Penindakan Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado, drh Setiawan Pramularsi MH, mengungkapkan sepanjang tahun 2023 kerap melakukan pemusnahan. Bahkan di bulan September sampai November pemusnahan gencar dilakukan, termasuk pemusnahan daging babi.

“Dominasi pemusnahan adalah produk daging babi yang berasal dari luar negeri di Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado. Kita hampir tiap bulan melakukan pemusnahan bahkan awal-awal tahun kemarin, 2023 awal-awal karena banyaknya penerbangan masuk ke sini satu bulan kita lakukan pemusnahan, sedangkan ini September hingga November kita lakukan pemusnahan terus,” ungkap drh Setiawan Pramularsi saat ditemui media ini menjelang waktu makan siang di Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado, Rabu (22/11/2023).

“Hari ini pun kami lakukan terkait dengan barang tentengan, baik babi. Babi itu adalah media pembawa ASF, ASF kan terkenal di babi. Itu bahan-bahannya contohnya sosis yang terbuat dari babi. Pokoknya barang-barang yang terbuat dari babi kita lakukan penahanan, kita lakukan pemusnahan. Dan itu bukan babi saja, baik itu produk luar negeri tanpa disertai dokumen karantina kita lakukan penahanan, kita lakukan pemusnahan, apalagi produk ASF ini,” sambungnya.

Daging babi yang masuk dan keluar melalui border di Sulawesi Utara, Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado menerapkan kebijakan ketat, yaitu harus disertai pemeriksaan laboratorium dan sertifikasi dari otoritas berwenang.

“Artinya produk-produk (daging babi_RED) yang keluar harus disertai dengan pemeriksaan Laboratorium Negatif PCR ASF, selain adanya Sertifikat Veteriner dari Dinas Pertanian Provinsi. Dan untuk produk-produk yang dikeluarkan karena untuk pelarangan itu harus di clear dulu toh pemerintah setempat, yang keluar kita perketat. Jadi kita keluar-masuknya pun kita jaga ketat. Artinya pengawasannya gini, kalau ada kapal atau pesawat dari Cina meski tengah malam pun itu ada petugas karantina,” tutur Pramularsi.

Pramularsi menjelaskan, pengawasan dan pencegahan di setiap border telah diberlakukan sejak tahun 2021 melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

“Kita sejak adanya surat edaran dari Gubernur Sulut Olly Dondokambey sekitar tiga tahun lalu kalau tidak salah itu tidak ada pemasukan babi. Itu yang masuk ke sini kan tanpa dokumen karantina dari negara asal, kita tahan, kita musnahkan. Jadi kalau tidak ada dokumen dari negara asal ataupun di daerah asal kita lakukan penahanan, kita lakukan penolakan bahkan kita lakukan pemusnahan,” jelasnya.

Penjual Daging Hewan Babi di Pasar Beriman Tomohon (Pasar Ekstrim)

Selain sebaran isu virus ASF dapat menjangkiti manusia, polemik lain datang dari salah satu penjual daging hewan babi di Pasar Beriman Kota Tomohon (Pasar Ekstrim), Sulawesi Utara. Sepanjang merebaknya kasus virus ASF, Ato sapaan akrab sesama rekan penjual di situ menyayangkan tidak adanya perhatian pemerintah. Bahkan ia mengungkapkan, pengambilan sampel yang dilakukan oleh otoritas terkait hanya menyasar pada babi yang sehat.

“Tidak ada kunjungan mereka ke sini, serta ambil data hanya pada babi sehat, coba secara keseluruhan, berani tidak? Padahal Tomohon waktu itu sudah garis merah,” ungkapnya kepada media ini saat ditemui, Kamis (2/11/2023).

Sewaktu ia mengetahui virus ASF sudah ada di Sulawesi Utara, keluarganya pun enggan mengonsumsi daging babi, sampai-sampai ia tidak memiliki keberanian datang ke pasar.

“Waktu dapat penyakit babi enggan kami konsumsi, masuk pasar kami tidak mau,” tutur pria yang sudah 30 tahun berjualan daging babi ini.

Sewaktu virus ASF melanda, pendapatan Ato turut berpengaruh besar. Hanya tiga sampai empat ekor hewan babi yang laku terjual dalam sehari. Selain berpengaruh di sektor ekonomi, ia khawatirkan jika babi yang diambil di peternakan sudah terkontaminasi virus ASF.

Harga daging babi yang dijual waktu itu bervariasi. Di Pasar Beriman Tomohon para pedagang mematok harga 40 ribu per kilogram, sedangkan di luar pasar hanya bermodalkan 100 ribu pembeli dapat membawa pulang 7 kilogram daging babi. Kepala babi dijual dengan harga 25 ribu per kilogram.

Daging hewan babi yang dijual pedagang di Pasar Beriman Tomohon (Pasar Ekstrem), Kamis, 2 November 2023. (Foto: Noufryadi Sururama).

“Pengaruh di pendapatan, soalnya ada orang yang takut makan, mau beli takut. Babi memang tidak kena tapi kami sudah takut mengambil, kami tidak mau, soalnya lain kali baru diambil sudah mati,” terangnya.

Ia menjelaskan, kondisi babi yang masih hidup jika sudah terkontaminasi virus ASF akan kehilangan nafsu makan. Tak berselang sehari, babi tersebut dipastikan akan mati.

“Nafsu makannya hilang biar dikasih makan tetap tidak mau makan, tidak menunggu babi itu kurus, satu hari kena itu langsung mati. Virus ini menyerang babi besar lebih dulu, babi betina, kalau lagi hamil pasti keguguran,” jelasnya.

Daging babi yang dijual Ato sebelumnya berasal dari Desa Tolai, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Namun daging babi yang dijualnya sekarang diambil di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.

“Banyak yang ambil di sana, ada dari Toraja, Makassar, Palu, Tomohon dan Manado,” jelas Ato.

Society of Indonesian Science Journalist (SISJ) Melalui ISN Lab Open Datavis for Quality Science Journalism

Zoonosis pada hewan babi bukan hanya disebabkan bakteri Streptoccocus zoopidemicus, melainkan dapat ditularkan melalui nyamuk, yaitu Japanese Encephalitis. Selain babi, Japanese Encephalitis dapat menginveksi burung dan manusia.

Data Zoonosis Japanese Enchapalitis pada Babi di Sulawesi Utara. (Sumber: Society of Indonesian Science Journalist (SISJ) Melalui ISN Lab Open Datavis for Quality Science Journalism)

Di Sulawesi Utara terdapat tiga daerah yaitu Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan, positif terinfeksi virus Japanese Enchapalitis. Tingkat sebarannya adalah sebanyak 15 dari 50 atau sekitar 30 persen sampel babi.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Berdasarkan data statistika Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, jumlah pemotongan hewan babi yang “tercatat” dan “tidak tercatat” pada periode lima tahun terakhir di Sulawesi Utara adalah sebagai berikut:

1.) 2018 (tercatat= 261.585 ekor babi), (tidak tercatat= kosong)
2.) 2019 (tercatat= 240.538 ekor babi), (tidak tercatat= 24.054 ekor babi)
3.) 2020 (tercatat= 256.142 ekor babi), (tidak tercatat= 25.615 ekor babi)
4.) 2021 (tercatat= 229.635 ekor babi), (tidak tercatat= 22.965 ekor babi)
5.) 2022 (tercatat= 260.501 ekor babi), (tidak tercatat= 26.051 ekor babi)

(Sumber: ISSN 2964-1047, Volume 1 Tahun 2022)

Sedangkan produksi daging babi pada periode lima tahun terakhir di Sulawesi Utara terus mengalami peningkatan:

1.) 2018= 24.827,50 ton
2.) 2019= 25.112,90 ton
3.) 2020= 26.742,06 ton
4.) 2021= 23.974,72 ton
5.) 2022= 27.197,17 ton

(Sumber: ISSN 2964-1047, Volume 1 Tahun 2022)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia melalui laman resmi di Sistem Informasi Kesehatan Satwa Liar  yang diterbitkan pada tanggal 5 Maret 2021, telah mengimbau perihal Potensi Penyebaran ASF di Indonesia.

Vaksin virus ASF hingga kini belum ditemukan untuk mencegah dan mengatasi sebarannya. KLHK kemudian merekomendasikan tiga poin penting yang dapat menekan sebaran virus ASF, yakni sebagai berikut:

1. Penerapan Biosecurity dalam Lingkup Peternakan

Biosecurity merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencegah masuk atau menyebarkan penyakit dari luar ke dalam peternakan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pencegahan kontak langsung antara babi yang sehat dan sakit (isolasi), kegiatan karantina babi impor sebelum disatukan dalam kandang, menjamin keamanan pakan babi, selalu menjaga sanitasi kandang dan sarang caplak, melakukan vaksinasi untuk menjaga kesehatan bayi babi secara teratur, membatasi orang yang masuk ke dalam kandang, selalu mencuci tangan dan membersihkan alas kaki dengan desinfektan sebelum memasuki kandang serta menerapkan pengawasan yang ketat dan intensif.

2. Pengendalian Perbatasan

Pembatasan pergerakan babi hutan dan vektor alami virus ASF merupakan hal yang sulit dilakukan, salah satu cara paling efektif yang dapat dilakukan adalah dengan menutup akses dan melindungi peternakan dari satwa liar.

Hal ini dapat dilakukan dengan membangun pagar pembatas, menutup akses pembuangan sisa makanan, sampah dan bangkai yang terkontaminasi. Pagar dinding dirancang dengan tinggi 1,8 meter dengan tambahan 50 cm masuk ke dalam tanah untuk mencegah akses terbukanya melalui pandangan tanah oleh babi. Cara ini mungkin saja sulit diterapkan oleh peternak skala kecil karena keterbatasan dana.

Kegiatan lain seperti perburuan yang dikendalikan, pemberian pakan tambahan bagi babi hutan, pembangunan zona kontrol, hingga penerapan biosekurity bagi pemburu mungkin saja dapat diterapkan dengan pertimbangan trade-off dari masing-masing opsi.

3. Peningkatan Kesadaran akan Ancaman Penyakit ASF

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya keamanan hayati sejalan dengan adanya respon cepat terhadap laporan kasus ASF merupakan suatu upaya deteksi dini terbaik mengingat sulitnya melakukan tindakan pergerakan babi hutan.

Melalui penyediaan informasi, bantuan teknis dan pelatihan, seluruh pemangku kepentingan dapat menyatukan dan berkolaborasi secara lintas sektoral untuk mencegah, mengendalikan dan mengawasi penyebaran ASF di Indonesia. Melalui kolaborasi ini, laporan kasus ASF akan lebih cepat direspon. Pendampingan kepada pemburu, peternak, individu hingga akses cepat untuk berkomunikasi dengan dokter hewan dan pemangku kepentingan lainnya akan sangat membantu dalam penanganan kasus ini.

Liputan ini Hasil Program Fellowship Peliputan Berbasis Sains yang diselenggarakan ISN Lab by Society of Indonesian Science Journalist (SISJ) dan didukung Google News Initiative

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *