ASN Berpolitik

Penulis: Hasan

BUTON TENGAH, SULAWESION.COM – Dalam politik, ASN secara tegas dan terang tidak diperbolehkan untuk andil secara langsung dalam dunia politik praktis.

Batasan hukum soal netralitas itu kemudian menjadi bagian penting bagi ASN untuk dipahami.

Akhir akhir ini menjelang kontestasi politik Pilbup pada daerah Buton Tengah. Salah satu ASN Sebagai Bakal Calon Bupati Buton Tengah dalam Hal ini Azhari selaku mantan Rektor USN Kolaka telah mengkampanyekan dirinya sebagai kandidat pada perhelatan politik 2024 ini.

Situasi dan kondisi politik hari ini Secara terang dan telanjang kita dipertontonkan oleh praktek politik ASN yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Sebaran poster dan baliho mengisi ruang ruang publik hampir tidak ada ruang yang tidak terisi dengan foto Azhari dan tulisan tulisan calon bupati 2024-2029.

Potret persoalan ini tentu menjadi perhatian khusus bagi ASN untuk tidak terlibat dalam dunia politik. Hal yang sangat di sayangkan Azhari Selaku Mantan Rektor USN dan punya rekam jejak pendidikan yang terbilang luar biasa. Harusnya mengetahui dan memahami aturan main bahwa ASN dilarang keras untuk terjun dalam dunia politik praktis.

Malah, kemudian ia terjun tanpa beban dalam dunia politik seolah ia bukan ASN. Persoalan ini tentu menjadi pertanyaan dan tanda tanya besar, kenapa seorang mantan Rektor yang disimbolkan sebagai manusia akademis atau manusia intelektual yang harusnya memberikan contoh malah menjadi bagian dari pada pelanggaran ASN dalam dunia politik.

Awalnya saya menganggap seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan yang terbilang gemilang itu, dapat memberikan contoh yang baik kepada ASN untuk menaati aturan netralitas seorang Aparatur, malah kemudian ia yang terlibat aktif dalam dunia politik dan melanggar dengan terang peraturan ASN sebagaimana harus dan mestinya untuk ditaati.

Kalau narasi di atas telah menjadi kebenaran yang bersandar pada rekam jejak atau sejarah maka saya lebih suka menyebutnya dengan sebutan Berjubah intelektual untuk terlihat bijak dan cerdas ternyata patah secara praktek.

Sebab, dalam sudut pandang intelektual mestinya memiliki sikap yang koresponden antara teori dan praktis. Artinya apa yang di larang harus di lakukan. bukan membangun nalar dan tindakan yang kontradiksi.

Terkahir mengutip pernyataan Rocky Gerung bahwa Pikiran hanya akan di sebut pikiran ketika ada yang ganggu.

 

*Kolom opini tidak mewakili redaksi dan merupakan perspektif penulis

 

Untuk opini, silakan kirim di email redaksisulawesion01@gmail.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *