SITARO, SULAWESION.COM – Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), melalui Dinas Sosial memberikan keterangan terkait sejumlah indikator yang dapat mempengaruhi kelayakan penyaluran bantuan sosial (bansos) tahun 2025.
Hal ini menindaklanjuti kebijakan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) yang memperketat proses verifikasi dan validasi data penerima manfaat pada setiap bantuan sosial yang akan disalurkan ke masyarakat.
Kepala Dinas Sosial, Cosman Ambalao menerangkan bahwa seluruh proses, mulai dari verifikasi, pembaruan data hingga integrasi sistem nasional, dilakukan untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Dijelaskan, total penerima bantuan di Sitaro terbagi dalam dua kelompok besar, yakni pertama, 4.485 penerima Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Rakyat (BLT-Kesra atau non-bansos).
Kedua terdapat 2.769 penerima bantuan sosial reguler atau Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pemerintah Non-Tunai (BPNT) yang disalurkan rutin setiap periode tertentu dan telah terjadwal.
Untuk kategori non-bansos, setiap penerima menerima BLT-Kesra sebesar Rp900.000 per Kepala Keluarga (KK) yang setara dengan bantuan tiga bulan (Rp300.000 x 3).
“Penyaluran tersebut dilakukan melalui kantor pos, sementara penyaluran BLT-Kesra bagi penerima manfaat PKH dan BPNT akan diberikan sekaligus pada bulan Desember melalui Bank Himbara (Mandiri, BRI, BNI, BTN),” terangnya, sebagaimana dikutip dari rilis Dinas Kominfo Sitaro.
Mengacu pada hal tersebut, Ambalao menekankan, tidak ada petunjuk teknis (juknis) yang secara gamblang menyatakan bahwa penerima PKH dan BPNT dilarang menerima BLT-Kesra.
“Begitu juga dengan penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) yang bersumber dari dana desa. Apabila ada warga yang menerima bantuan BLT-Kesra dari Kementerian Sosial, maka mereka berhak menerima bantuan tersebut sebab sumber dananya berbeda,” lanjut Ambalao.
Ia juga menambahkan bahwa data penerima diverifikasi secara berlapis oleh Dinas Sosial, kepala desa, dan kelurahan sebelum bantuan disalurkan.
Penentuan kelayakan penerima bantuan juga mengacu pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang terus diperbarui, dimana proses verifikasi dilakukan melalui kecocokan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam satu Kartu Keluarga (KK).
Adapun kriteria penerima meliputi:
1. Rumah tidak permanen atau belum berlantai keramik.
2. Daya listrik dibawah 900 Watt.
3. Tidak berstatus PNS/pegawai pemerintah.
4. Tidak memiliki usaha besar atau aset signifikan.
5. Konsumsi rumah tangga terbatas.
6. Peserta BPJS Kesehatan mandiri kelas 1–2 menjadi indikator pembatalan kelayakan.
Selain itu, pemerintah mengintegrasikan data dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memungkinkan pengecekan cicilan kredit, hutang aktif, pajak kendaraan, dan kondisi finansial lainnya.
Ambalao mengakui bahwa sistem penyaluran bantuan melalui kantor pos masih dalam proses evaluasi. Ditemukan adanya kasus satu KK menerima bantuan lebih dari satu nama penerima.
“Aturannya, bantuan hanya diberikan sekali sebesar Rp900.000 per KK. Namun jika dua penerima berbeda KK, keduanya tetap berhak menerima,” tegasnya.
Mengenai keluhan warga terkait ketidaktepatan sasaran, terutama penerima yang dianggap mampu namun masih masuk daftar, Ambalao menyebut, sistem kini semakin ketat, termasuk integrasi data dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Proses verifikasi dilakukan melalui pengecekan langsung di lapangan bersama pemerintah desa/kelurahan, termasuk menambahkan informasi geografis, seperti koordinat lintang dan bujur rumah oleh BPS sebagai penentuan desil,” ungkapnya.
Seluruh indikator ini dipakai untuk menentukan posisi rumah tangga dalam skala desil kesejahteraan nasional. Apabila data penerima berada pada desil 1-5 maka akan menjadi penerima bantuan, sedangkan desil 6-10, maka bantuan sosial akan dihentikan karena dianggap telah berada di luar kategori miskin atau rentan miskin.
Dia pun mengharapkan pentingnya kejujuran dan kesadaran diri dalam program sosial pemerintah. Warga yang merasa sudah mampu diharapkan mengundurkan diri secara sukarela agar bantuan dapat dialihkan kepada mereka yang lebih membutuhkan.
“Data penerima tidak bersifat final. Setiap tahun diperbarui dan diverifikasi untuk memastikan ketepatan sasaran penerima bantuan,” kuncinya sembari berharap masyarakat memahami mekanisme dan kriteria penerima bansos, serta mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan ketepatan sasaran bantuan sosial di daerah.







