MAKASSAR,SULAWESION.COM- Berdasarkan data yang dihimpun, angka anak putus sekolah di Makassar terbilang masih cukup tinggi. Per 2022 angka anak putus sekolah dilaporkan mencapai sekitar 14.000 anak.
Menurut Anggota Komisi D Dewan Perwalian Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar, Hamzah Hamid, bahwa faktor tingginya angka anak putus sekolah di Makassar karena faktor Zonasi.
“Ada pengaruh dari soal zonasi. Hasil pengamatan saya dan hasil diskusi diskusi dengan beberapa masyarakat ketika kami turun”ungkap Legislator PAN, Rabu (18/1/2023).
Terutama di masyarakat yang berpenghasilan rendah, menurut Hamzah Hamid, kadang ada anak mampu secara akademik tetapi karena faktor zonasi jauh dari sekolah mereka masuk di sekolah swasta.
“Ketika masuk di swasta, ini tidak bisa dihindari bahwa di swasta pembayaran iuran itu menjadi persoalan, sehingga banyak orang tua murid tidak mampu membayar iuran, dan memilih untuk tidak bersekolah lagi”ungkapnya.
Selain itu, menurut Hamzah Hamid, faktor penghasilan orang tua yang semakin menurun. Lapangan pekerjaan tidak ada.
Hal tersebut menyebabkan banyaknya anak anak yang sudah lulus sekolah, tapi ijazahnya masih di sekolah tersimpan.
“Saya kira ini jadi perhatian pemerintah kota Makassar. Nah, kenapa tersimpan, karena harus dibayar dulu baru diambil ijazahnya. Coba bayangkan, satu, dua tahun iuran tidak dibayar, akhirnya ijazah jadi jaminan, akhirnya anak anak tidak bisa dipakai mencari pekerjaan”jelasnya.
Legislator PAN tersebut menyampaikan bahwa pemerintah harus serius menangani hal tersebut, dan menyelesaikan masalah tersebut dengan bersama sama.
“Pemerintah kota harus duduk bersama, yaa jangan terlalu bebal lah. Perlu ada gerakan” ucapnya.
Dia juga menambahkan bahwa Pemkot harus menghapuskan setiap pembayaran yang ada Sekolah, karena hal tersebut menyusahkan orang tua murid.
“Mungkin harus ditambah tidak boleh ada anak tidak sekolah dan tidak boleh ada pembayaran di sekolah-sekolah”ungkapnya.
Berbeda dengan itu, Anggota Komisi D DPRD Kota Makassar, Yeni Rahman menyatakan bahwa persepsi dan paradigma masyarakat terkait pentingnya pendidikan juga harus diubah. Persepsi bahwa pendidikan untuk mencari kerja, harus digeser bahwa pendidikan bertujuan untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik.
“Ada juga anak berhenti sekolah karena menganggap sekolah hanya menuntut ijazah”ucap Yeni.
Karena menurut Yeni, orang yang bekerja tapi punya pendidikan, akan berbeda dengan orang yang juga bekerja namun tidak punya latar belakang pendidikan. Bisa saja sama-sama punya usaha, tapi manajemen usahanya pasti berbeda.(*)