GMNI Manado: Penertiban Badut Lampu Merah oleh Pemkot Manado Adalah Langkah Represif bukan Solutif

 

MANADO, SULAWESION.COM – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manado menyikapi aksi Pemerintah Kota (Pemkot) Manado atas intervensi berlebihan terhadap badut-badut yang sering mangkal di lampu merah.

Bacaan Lainnya

Ketua GMNI Manado M Taufik Poli menyayangkan sikap Pemkot Manado yang dinilai terlalu over protektif dalam menghadapi gejolak problem sosial masyarakat.

Dalam penuturan Taufik kepada media ini bahwa pada tanggal 5 Juli 2023, Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja kota Manado melakukan “penertiban” terhadap sejumlah pekerja badut lampu merah, mereka dituduh mengganggu ketertiban dan kelancaran arus lalu-lintas. Alih-alih memberikan solusi yang komprehensif, pendekatan represif yang diterapkan tersebut tidak memberikan solusi.

“Kehadiran badut lampu merah di Kota Manado tidak bisa dilepaskan dari faktor sosio-ekonomi hal itu lahir berkat minimnya ketersedian lapangan kerja yang layak, merata, dan memberikan kepastian. Data statistik ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara memperlihatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Manado masih menyetuh angka double digit yaitu sebesar 10.47 Persen (BPS: 2022), sedangkan angka rasio pekerja Kota Manado masih di bawah angka provinsi yaitu sebesar 53.28 Persen,” tutur Taufik, Rabu (5/6/2023) malam.

Menurut pria jebolan Universitas Pembangunan Indonesia (INPI) ini, data tersebut menunjukan bahwa Kota Manado masih memiliki pekerjaan rumah untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan terutama penyediaan lapangan kerja yang layak.

Taufik menegaskan badut lampu merah merupakan kelompok pekerja rentan yang harus dilindungi, mereka berada dalam relasi kerja yang tidak layak yaitu penuh resiko, berupah rendah dan tidak pasti.

“Sebagai pekerja mereka harus menyisihkan sebagian pendapatan kepada juragan pemilik kostum sementara itu mereka harus berhadapan dengan kondisi jalanan yang penuh bahaya, status mereka sebagai pekerja informal yang rentan dan tidak pasti semakin menyulitkan mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,” tegasnya.

Taufik mengatakan jika Pemkot Manado harusnya mengambil peran untuk melindungi hak-hak pekerja badut lampu merah.

“Pendekatan represif dan penegakkan hukum harus dihindari karena tidak bisa menjadi pendekatan yang akan menyelesaikan masalah, sebagai gantinya pemerintah harus mengambil bentuk pendekatan yang memberdayakan,” katanya.

Taufik kemudian membeberkan langkah taktis yang harus di tempuh Pemkot Manado dalam menyikapi hal ini.

“Jangka panjang yaitu memastikan proses pembukaan lapangan kerja yang layak, merata dan pasti agar angka kerja cadangan dapat terserap sehingga menurunkan tingkat pengangguran di Kota Manado. Lapangan kerja haruslah memiliki upah yang layak serta kepastian kerja sehingga tingkat pekerja informal di Kota Manado dapat menurun,” beber Taufik.

“Jangka pendek pertama adalah melakukan pendidikan dan pembekalan keterampilan kepada pekerja badut lampu merah agar memiliki kapasitas dan kesiapan kerja, kedua menjamin pekerja badut lampu merah terjangkau oleh bantuan pengaman sosial sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap rakyat miskin,” sambungnya.

Adapun langkah ketiga menurut Taufik yaitu memastikan keterlibatan pekerja badut lampu merah dalam program-program UMKM beserta skema-skema bantuan di dalamnya.

Keempat adalah menjalin kerjasama lintas instansi pemerintahan, organisasi masyarakat sipil dan lembaga pendidikan untuk merumuskan solusi yang komprehensif dan terlembaga.

“Kelima memastikan para pekerja badut lampu merah tidak mengalami eksklusi sosial dari lingkungannya, sehingga tetap menjadi bagian dari masyarakat yang berdaya,” pungkasnya.

Noufryadi Sururama

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *