MANADO, SULAWESION.COM – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen adalah kebijakan yang tidak tepat dan membebani rakyat banyak. Kenaikan tersebut akan berdampak pada sektor UMKM dan daya beli masyarakat. Masyarakatlah yang akan menanggung biaya akhir suatu produk yang mengalami kenaikan biaya produksi.
Kenaikan PPN 12 persen pun tidak luput dari sikap kritis Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Manado, M Taufik Poli.
Menurutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat deflasi selama lima bulan berturut-turut. Dimana pada bulan Mei sebesar 0,03 persen dan per September 2024 naik menjadi 0,12 persen.
“Salah satu faktor yang menyebabkannya yaitu penurunan daya beli masyarakat,” ujar Bung Taufik, sapaan akrabnya kepada media ini, Selasa (13/12/2024).
Pria jebolan Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) ini menegaskan, selain meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal membuat kenaikan PPN semakin tidak tepat.
Menurut kementerian ketenagakerjaan (Kemnaker), hingga Desember 2024, sebanyak 80.000 buruh mengalami PHK. Di sisi lain data BPS, kelas menengah Indonesia yang menjadi penopang daya beli mengalami penurunan.
Dimana pada 2019 tercatat 57,77 juta orang (21.45 persen) tersisa menjadi 47,85 juta orang (17,13 persen) pada 2024. Artinya ada 9,48 juta kelas menengah Indonesia turun kelas dan mengakibatkan jumlah kelas menengah rentan mengalami kenaikan yaitu 48,20 persen pada 2019 dan 49,22 persen pada 2024.
“DPC GMNI Manado mendorong pemerintah untuk memberlakukan Pajak Kekayaan, yang menyasar total kekayaan 10 persen orang terkaya di Indonesia,” tegas Bung Taufik.
“Hal ini adalah upaya mengatasi ketimpangan ekonomi. Dimana menurut riset Celios, 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 50 juta rakyat biasa. Jika pemerintah serius mengatasi perekonomian yang sedang sulit, maka pajak atas kekayaan bisa menjadi opsi perpajakan yang lebih adil dan dapat mendorong pendapatan pemerintah melalui pajak, sehingga dapat digunakan untuk mendukung perekonomian masyarakat,” tukasnya.
Diketahui, Pajak Kekayaan adalah pajak yang dikenakan terhadap total kekayaan seseorang dikali nilai pajak yang dibebankan dalam setahun.
Sebelumnya pemerintah bersikukuh menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, mulai 1 Januari 2025.
Dalihnya adalah kenaikan ini menjadi amanat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN itu memantik reaksi keras dari sejumlah kalangan. Meski sudah menjadi amanat undang undang, mereka memandang bahwa kenaikan ini berpotensi mencekik masyarakat yang sekarang ini tengah tercekik daya belinya.
(***)