SIEJ Sulut “Ngopi” Bareng BKSDA Terkait Maraknya Perdagangan dan Peredaran TSL

Diskusi Ngopi "Ngobrol Pintar" SIEJ Simpul Sulut bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi di Kantor BKSDA, Jumat (11/8/2023). (Foto: SIEJ Simpul Sulut)

MANADO, SULAWESION.COM- The Society of Indonesian Environmental Journalists atau SIEJ Simpul Sulawesi Utara (Sulut) kembali menggelar Diskusi Ngopi “Ngobrol Pintar” bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi, Jumat (11/8/2023).

Bertempat di Kantor BKSDA Sulut, diskusi sambul ngopi ini mengusung tema Pengawasan dan Pengendalian Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Wilayah Sulut.

Bacaan Lainnya

Dimana tumbuhan dan satwa liar adalah bagian penting dari ekosistem bumi, berkontribusi pada keseimbangan alam dan menyediakan berbagai manfaat bagi manusia dan lingkungan.

Namun, kelestarian flora dan fauna tersebut kini terancam karena kecenderungan meningkatnya pemeliharaan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Jumlah perdagangan satwa liar secara global meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama pandemi Covid-19, juga jadi faktor ancaman.

Hal ini ditandai dengan meningkatnya jaringan daring aktivitas ilegal ini. Tidak hanya mengancam spesies besar seperti harimau dan gajah, tetapi perdagangan satwa ilegal ini juga mengancam berbagai spesies, seperti ikan, reptil dan unggas. Di Sulut beberapa tumbuhan dan satwa liar tak luput dari incaran.

Beberapa yang dapat ditemukan antara lain tarsius, babi rusa Sulawesi, anoa, dan berbagai jenis burung endemik seperti maleo dan kakatua raja.

Di samping itu, Sulut dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut yang kaya, termasuk terumbu karang yang indah dan beragam spesies ikan.

Pengendalian tumbuhan dan satwa liar khususnya peredaran dan perdagangannya, perlu mendapat perhatian lebih baik itu yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi.

Masyarakat cenderung masih memandang sebelah mata hal tersebut dan terkesan menyerahkan sebagian besar hal tersebut kepada pemerintah.

Kepala BKSDA Sulut Askhari Daeng Masiki dalam materinya menerangkan nilai penting dengan menjaga bumi dan melestarikan alam melalui perlindungan terhadap satwa liar dengan melakukan konservasi, ada delapan wilayah di Sulut dan lima di Gorontalo.

“Dimana menjaga alam dan melestarikan bumi dengan mengetahui peran dari satwa liar diantaranya penyeimbang rantai makanan, membantu penyerbukan tanaman, predator bagi hama, membantu penyebaran beberapa jenis tumbuhan,” terang Askhari.

Selain itu satwa liar juga bermanfaat sebagai bahan penelitian, pendidikan, wisata terlebih keberadaan satwa liar untuk sumber protein, dimana memiliki nilai ekonomi tinggi dan memberikan insipirasi karya.

Lanjut Askhari, kerap terjadi pelanggaran bidang peredaran tumbuhan dan satwa liar dengan terjadinya penyelundupan dan perdagangan ilegal atau smuggling and illegal trade dan perburuan ilegal TSL atau illegal hunting serta pemeliharaan secara ilegal TSL yang dilindungi.

“Terjadinya penyelundupan, perdagangan, perburuan serta pemeliharaan ilegal TSL yang dilindungi tersebut dilatarbelakangi adanya permintaan pasar, untuk dikonsumsi, sebagai hiasan, obat-obatan, peliharaan dan status sosial. Hal tersebut dikarenakan lemahnya penegakan hukum dan isu perlindungan terhadap TSL belum menjadi permasalahan nasional, belum lagi terkait kebutuhan ekonomi dan rendahnya kepedulian dalam konservasi tumbuhan dan satwa liar khususnya di Sulawesi Utara,” tambah Askari.

Menurut Askari Dasar Hukum perlindungan terhadap TSL sendiri telah ada, yakni Undang Undang Nomor 5 tahun 1990, Undang Undang Nomor 41 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.106 Tahun 2018 serta Kemenhut Nomor 447/2003.

“BKSDA Sulut terus melakukan pengawasan dengan patroli di perbatasan Bolaang Mongondow dan juga telah bekerjasama dengan sejumlah pihak termasuk di Pelabuhan Bitung karena Sulut sebagai daerah transit peredaran satwa liar serta patroli dalam kota seperti di Talaud dan Sangihe dengan 24 ekor satwa liar diantaranya hewan Monyet digo, elang laut, kakatua jambul kuning kecil, nuri bayan, nuri talaud dan ternate, betet kelapa punggung biru, beo, kasturi kepala hitam dan perkici dora, bahkan telah ikut mengkampanyekan stop makan penyu pada waktu lalu bersama masyarakat di Lirang Lembeh Bitung” jelas Askhari saat sesi tanya jawab.

Dengan adanya patroli dari petugas BKSDA, pihaknya berhasil mengumpulkan bukti peredaran daging satwa liar di wilayah Minahasa, Tomohon, Talaud, Sangihe, Minut, Bitung dan Bolaang Mongondow Raya.

Satwa liar antaranya babi hutan, kelelawar, tikus hutan, ular phyton dan biawak dengan hasil patroli tercatat pada 19-23 Desember 2021 berjumlah 10.650 Kg dan patroli pada 7-11 September 2022 dengan jumlah 3,728 Kg daging babirusa, macaca hecki, tikus hutan, ular phyton, dan biawak, sementara patroli 20-24 September 2022 hasil yang diperoleh berjumlah 4.525 Kg dan patroli 2-5 April 2023 berjumlah 3.999 Kg.

Namun BKSDA Sulut mengakui adanya kendala dalam perlindungan dan pengawasan terhadap TSL dikarenakan keterbatasan sumber daya, koordinasi lintas sektor belum terpadu, modus operasi berubah-ubah, informasi tidak valid, informasi bocor dan wilayah peredaran yang sporadis(banyak).

“Di balik kerja kami pada tahun 2020 mengembalikan 41ekor satwa liar asal Maluku, mengembalikan (repatriasi) 91 ekor satwa hasil selundupan dari Filipina, dan mengembalikan 2 ekor orangutan ke Kalimantan Timur serta di tahun yang sama juga melepaskan 2 kelompok yaki berjumlah 23 ekor ke salah satu kawasan kami di Sulawesi Utara,” ungkapnya.

Askhari berharap media bisa membantu kerja-kerja dari BKSDA dengan mempublikasikannya melalui rekomendasi adanya koordinasi, sharing tanggung jawab, aksi bersama, patroli rutin, operasi mendadak, informasi yang kuat dan penegakan hukum.

Dengan melihat berbagai masalah yang terjadi di lapangan maka Kepala Balai KSDA mengharapkan adanya perhatian yang khusus bagi pemerintah daerah setempat, agar kiranya dapat menindak setiap orang yang dengan sengaja membunuh satwa liar di daerahnya, apalagi memperjual belikan satwa liar antar daerah bahkan antar negara. Jika ada yang melakukan dan kedapatan akan hal itu maka harus dihukum biar ada efek jera bagi mereka yang terlibat di dalamnya.

“Dengan kegiatan diskusi ini bisa terbangun jalinan BKSDA dengan kawan-kawan media selaku mitra, kiranya bisa blow-up kerja BKSDA Sulut dalam perlindungan dan pengawasan terhadap tumbuhan dan satwa liar, ” hara Askhari dalam closing statmentnya.

Sementara itu Koordinator SIEJ Simpul Sulut Finda Muhtar mewakili Masyarakat Jurnalis Peduli Lingkungan mengaku saat ini semakin maraknya kerusakan ekosistem salah satunya lewat contoh di atas, untuk itu SIEJ Simpul Sulut melihat lebih dekat bagaimana populasi kekayaan flora dan fauna di Bumi Nyiur Melambai melalui diskusi ketiga kalinya ini.

“Peningkatan pemahaman di kalangan jurnalis lingkungan diharapkan bisa berkembang menghasilkan sebuah produk berita yang mengedukasi masyarakat agar melakukan konservasi keanekaragaman hayati, khususnya kelestarian tumbuhan dan kesejahteraan satwa,” ujar pemimpin redaksi BeritaManado.com ini

Kondisi yang ada, media lebih banyak memberi tempat terhadap berita-berita ekonomi dan politik dibanding berita lingkungan.

“Kalaupun ada berita isu lingkungan dalam sebuah media, hanya menempati ruang kecil saja sedangkan berita ekonomi dan politik selalu menjadi jualan jurnalis dalam menulis, padahal isu lingkungan ada banyak,” sambung Finda.

Lanjut Finda, media massa sangat berpengaruh untuk menyadarkan publik agar mereka segera peduli terhadap lingkunganuntuk bersama-sama menyelamatkan bumi, dan mencegah kehancuran bumi yang dipercepat oleh kerusakan lingkungan.

“Di SIEJ kami anggotanya dilatih untuk meningkatkan skill serta kapasitas jurnalis untuk peliputan terkait lingkungan, menyangkut hutan bentuk pengendalian dan pengawasan, sehingga “Mengabarkan, Membangun Kesadaran, Menginspirasi Perubahan,” tandasnya.

Diketahui Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia, didirikan tahun 2006 oleh 45 jurnalis. Tujuannya adalah mendorong liputan lingkungan yang kritis dan berpihak pada kebenaran. Dengan lebih dari 200 anggota aktif di seluruh provinsi, SIEJ membangun jaringan jurnalis dan media, meningkatkan kualitas liputan lingkungan, dan mengembangkan jurnalisme advokasi lingkungan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *