MAROS,SULAWESION.COM— Seorang oknum guru Sekolah agama Pondok Pesantren di Jalan Nasrun Amrullah, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, diduga melakukan kekerasan kepada salah satu santrinya.
Kekerasan di dunia pendidikan di Maros ini, dialami santri Pondok Pesantren Al-Islah, FiK (13 tahun) kelas VII.
Hal itu terlihat dari beberapa luka lebam di dada FiK. Kepada orang tuanya, anak ini mengaku dicubiti oleh oknum guru seusai sholat ashar pada Selasa (11/10/2022).
Dari hasil pemeriksaan fisik FIK yang dilakukan orang tuanya, ada sekitar 5 bekas luka cubitan yang terlihat merah hingga keungu-unguan.
Tak terima dengan kondisi anaknya yang lebam saat menjalani proses belajar di Pondok Pesantren, orang tua Fik memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak Polres Maros.
Salah seorang kakak Korban, Arul mengatakan, pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Bahkan untuk melengkapi berkas laporan, Korban pemukulan oknum guru ini telah melakukan visum, sebagai salah satu bukti pendukung laporan.
“Orang tua saya sudah melaporkan kejadian ini ke pihak Kepolisian. Laporannya sudah diterima. Adik saya juga divisum. Kami tinggal menunggu hasil visumnya. Adapun Laporan ke pihak kepolisian tersebut bernomor: STTLP/281/X/2022/SPKT/POLRES MAROS/POLDA SULAWESI SELATAN. Isi aduanya, yakni peristiwa pidana Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 80 Ayat 1,” katanya.
Arul mengaku, pihaknya tidak menerima jika adiknya tersebut diberikan tindakan kekerasan seperti itu.
“Kalaupun mau menghukum, tentu ada aturannya sendiri. Bukan tindakan kekerasan yang menimbulkan luka fisik dan trauma pada santri seperti ini,” ujar Arul sambil memperlihatkan luka fisik adiknya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kepala Sekolah Pondok Pesantren Al-Islah Amin Duddin mengakui adanya kejadian tersebut.
Dia mengatakan, berdasarkan kronologi yang didapatnya, saat kejadian seluruh santri baru selesai melaksanakan shalat ashar. Biasanya seusai salat, siswa berdiri teratur berdasarkan shaf sholatnya.
“Saat itu, giliran santri di shaf pertama yang berdiri duluan. Tapi ternyata santri FiK juga ikut berdiri, dan ketahuan oleh oknum guru. Pembinanya awalnya memberi nasehat, yang akhirnya mencubit,” jelasnya.
Amin sempat mempertanyakan kekuatan dan cara oknum guru tersebut mencubit. Pasalnya terlihat banyak lebam. “Yang saya heran, kenapa bisa keras sekali bekas cubitannya, karena yang bersangkutan tidak memiliki kuku yang panjang,” jelasnya.
Amin melanjutkan, setelah kejadian tersebut, oknum guru tersebut telah mendatangi rumah santri dan bertemu dengan orang tua untuk meminta maaf. Dia mengakui tindakannya.
“Kejadiannya sore hari setelah shalat ashar, dan malam harinya oknum guru tersebut sudah datang ke orang tuanya untuk meminta maaf,” ujarnya. (*)
ISP