Jeritan Warga Pulau Gangga Likupang, Puluhan Tahun Krisis Listrik

Suasana Desa Gangga Dua pada pukul 00.59 Wita, dari depan rumah Hukum Tua Hamid Sangadji, Kamis (20/7/2023). (Foto: Adi Sururama)

MINAHASA UTARA, SULAWESION.COM – Pasokan listrik di Kepulauan Gangga, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), memprihatinkan.

Bacaan Lainnya

Bagaimana tidak, listrik yang notabenenya begitu penting untuk menunjang sektor-sektor prioritas masyarakat, harus tersendat dikarenakan pasokan daya listrik yang hanya 6 jam dalam sehari.

Ini bukan hal baru, berdasarkan informasi yang dihimpun media ini di lapangan, situasi tersebut sudah puluhan tahun.

Bahkan masyarakat setempat sudah puas dengan janji-janji kampanye politisi atau surga telinga (janji palsu). Suara sumbang masyarakat Pulau Gangga seperti diabaikan, seakan dikebiri hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia.

 

Pulau Gangga

Potret Pulau Gangga yang diambil melalui tangkapan layar Google Maps.

 

Surga tersembunyi di Likupang ini berjarak 12 kilometer dari Manado, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara. Di pulau Gangga ini, terdapat dua desa yaitu Desa Gangga Satu dan Desa Gangga Dua. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan.

Memiliki luas 14.95 kilometer persegi atau 147 hektare dan 8 hektare hutan lindung, kekayaan biota laut Pulau Gangga sungguh tak bisa diragukan.

Hamparan pasir putih dan air laut berwarna biru jernih semakin menambah pesona. Selain variasi terumbu karangnya, Pulau Gangga menyuguhkan panorama sunrise dan sunset.

 

Masyarakat Desa Gangga Dua

Keluh dan kesah masyarakat Desa Gangga Dua terbilang kompleks, ini diakibatkan pasokan listrik yang hanya ada di jam 18.00 sampai 01.00 Wita. Minimnya pasokan listrik berpengaruh besar pada sektor ekonomi masyarakat.

Dalam memenuhi kebutuhan nelayan, es digunakan untuk menjaga kestabilan nilai jual ikan, jika es yang dibawa nelayan untuk melaut kurang maka nilai jual ikan pasti berubah. Jelas ini berdampak signifikan pada pendapatan masyarakat setempat.

Ikan kan perlu es di sini, cuma mo bekeng es bagaimana lampu cuma dari jam 6 sampe jam 1 malam, es nyanda talalu karas. Jadi biar bagaimana kasiang tu ikang kebanyakan rusak, karena torang mancari butuh es (di sini ikan perlu es, tapi membuat es bagaimana lampu hanya dari jam 18.00 sampai jam 01.00, es tidak terlalu keras. Jadi walau bagaimana kasihan ikan kebanyakan rusak, karena kami melaut butuh es),” ungkap Abdul Haris Peropa menggunakan dialeg setempat saat diwawancarai langsung, Kamis (20/7/2023) siang.

Bekerja sebagai nelayan sudah Haris tekuni sejak tamat sekolah menengah pertama (SMP), Haris kini berumur 31 tahun. Lokasi pencarian ikan nelayan setempat kurang lebih 60 mil.

Menurutnya, kurangnya pasokan listrik membuat Haris dan rekan-rekannya mengalami kesulitan melaut apalagi sewaktu cuaca buruk, proses pemindahan perahu ketika ombak disertai angin kencang menyapu bibir pantai di malam hari adalah contoh konkret keluhan mereka.

Reporter Sulawesion.com saat mewawancarai nelayan Desa Gangga Dua Abdul Haris Peropa, Kamis (20/7/2023). (Foto: Adi Sururama)

Hal ini sudah Haris rasakan sejak lahir, dimana tidak ada perubahan sama sekali meski sudah beberapa kali berganti kepemimpinan birokrasi pemerintahan.

So brapa kali taganti bupati mar nda ada perubahan. Kalo kita permintaan cuma listrik kase bagus, deng kalo boleh harga ikang itu kase nae dang, karena minyak so lebeh nae malahan harga ikan turun (sudah berapa kali ganti bupati tapi tidak ada perubahan. Kalau permintaan saya hanya listrik bagus dan kalau bisa harga ikan itu dinaikkan, karena minyak sudah lebih naik tapi harga ikan turun),” tutur Haris.

Haris bahkan menyesalkan ulah para caleg saat menjelang pemilu hanya sekadar mendulang suara di Pulau Gangga, namun aspirasi mereka tidak pernah diwujudkan.

Torang mo bekeng bagaimana cuma cukup bilang bagitu kecuali orang-orang di atas yang mo bagara, kalo rupa torang nelayan bagini paling dong nyanda pake pa torang ini. Contoh saja caleg-caleg yang datang kamari dorang cuma ambe suara, sudah selesai, pulang (kami mau buat apa hanya mampu katakan begitu kecuali orang-orang di atas bergerak, kalau kami nelayan begini pasti mereka tidak memakai kami. Contoh saja caleg-caleg yang datang ke sini mereka hanya ambil suara, sudah selesai, pulang),” sesalnya.

Keluhan selanjutnya datang dari janda berusia 63 tahun. Mini Habu, mempunyai tiga orang anak, dua perempuan dan seorang laki-laki. Aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga terganggu akibat minimnya pasokan listrik.

“Memang torang cuma bekeng pengeluhan lampu itu cuma dari jam 6 sampe jam 1, ada kadangkala sekitar jam 7 ato jam 8 baru jadi, jadi cuma sampe jam 1 itu no. Ada laeng kali barang satu minggu ato dua minggu kalo memang ada korslet apa nyanda jadi no, satu ato dua hari dari dorang bekeng langsung jadi (memang kami cuma buat pengeluhan lampu itu hanya dari jam 18.00 sampai jam 01.00 Wita, kadangkala sekitar jam 19.00 atau jam 20.00 baru menyala, jadi hanya sampai jam 01.00. Lain kali seminggu atau dua minggu kalau ada korsleting tidak menyala, sehari atau dua hari diperbaiki langsung menyala),” keluhnya.

Apalagi menjelang bulan ramadan, masyarakat Desa Gangga Dua tidak memiliki pilihan lain untuk memastikan adanya aliran listrik di bulan puasa, tiap rumah dibandrol uang sebesar Rp5.000 sampai Rp10.000.

“Jadi satu rumah tangga bagitu dorang mo minta biar kurang dorang pe doi jaga, orang yang jaga lampu itu dang kasiang. Biar kurang 5 ato 10 ribu tiap rumah tangga itu torang musti kase. Jadi itu ada persetujuan no, bagitu (jadi tiap rumah tangga mereka meminta walau hanya uang jaga, petugas yang menjaga lampu. Walau kurang Rp5.000 atau Rp10.000 tiap rumah tangga itu harus kami beri. Itu ada persetujuan, begitu),” tambahnya.

Kurangnya pasokan listrik berdampak pula terhadap sektor pendidikan. Era kini, sistem pembelajaran siswa-siswi tidak lepas daripada penggunaan komputerisasi.

Sungguh disayangkan, tidak adanya pasokan listrik di siang hari otomatis membuat siswa-siswi di Pulau Gangga kesulitan mengakses dan menikmati komputer.

Kegiatan belajar mengajar leh, yang sekolah kejuruan apalagi ini toh so sistem pake laptop, kong lampu nda manyala. Ini skarang torang pe anak-anak skolah mengeluh, mo bekeng dorang pe tugas kong lampu nda jadi, mo cari-cari ba foto copy anak-anak skolah butuh bagitu, Ini bukan cuma ibu mar samua ibu-ibu di sini le mengeluh (juga kegiatan belajar mengajar, apalagi sekolah kejuruan sudah sistem pakai laptop, lampu tidak menyala. Saat ini anak-anak kami sekolah mengeluh, mau buat tugas mereka lampu tidak jadi, mau cari tempat foto copy anak-anak sekolah butuh itu, bukan cuma saya tapi semua ibu-ibu di sini mengeluh),” sambung Mini.

Berikut sejumlah pusat belajar mengajar di Pulau Gangga yang dilansir dari laman resmi profilbaru.com:

1. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Tut Wuri Handayani Desa Gangga Dua (SK Pendirian: 800/Disdik/OPS/3041/XII/2018 Tgl SK: 12-2018)

2. TK Getsemani GMIM Gangga Satu (SK Pendirian: 800DPPO/0093c/I/2013 Tgl SK: 2013-01-14)

3. SD Cokroaminoto Gangga (SK Pendirian: 05/F/12/II-73/01-01-1973 Tgl SK: 1973-01-01)

4. SD Inpres Gangga Dua (SK Pendirian: Tgl SK: 13-07-1982)

5. SD Inpres Gangga Satu (SK Pendirian: 0 Tgl SK: 1910-01-01)

6. SD GMIM Gangga (SK Pendirian: 1912 Tgl SK: 1910-01-01)

7. SMPN 3 Likupang Barat (SK Pendirian: 0 Tgl SK: 2005-11-30)

8. SMK Getsemani Gangga Satu (SK Pendirian: 01/YGAZRW-UPP/10-2014 Tgl SK: 2014-10-14)

Hamid Sangadji selaku Hukum Tua Desa Gangga Dua saat diwawancarai media ini di kediamannya mengungkapkan ada sekitar hampir 800 jiwa penduduknya, 95 persen merupakan nelayan.

Para nelayan setempat saat berkumpul di pinggiran pantai Desa Gangga Dua, Kamis (20/7/2023). (Foto: Adi Sururama)

“Sekitar 700-an penduduk di desa ini, itu torang pe data 2023, kalau perhitungan kurang 90 persen itu salah, kita pe perhitungan itu 95 persen nelayan, karena memang kita pe tahu dunia di Gangga ini sebelum kita jadi hukum tua jadi kita tahu dorang pe profesi itu nelayan (hampir 800 penduduk di desa ini, itu data kami 2023, kalau perhitungan kurang 90 persen itu salah, perhitungan saya itu 95 persen nelayan, karena memang setahu saya Gangga ini sebelum saya menjadi hukum tua saya tahu pekerjaan mereka itu nelayan),” ungkapnya.

Jauh sebelum Hamid menjadi Hukum Tua di Desa Gangga Dua, pada tahun 1993, adik laki-laki dari orang tuanya yaitu Alm Rasyid Tompo sewaktu menjabat sebagai Hukum Tua pernah mengupayakan adanya listrik di pulau tersebut.

Kita sempat dengar almarhum bicara kalau boleh 12 jam. Tapi karena ada segala macam bilang ini sementara dulu karena mesin akan diupayakan, tambah bagini-bagini sampai saat ini masih berlaku dari jam 6 sampai jam 1 (saya sempat dengar almarhum bicara kalau boleh 12 jam. Tapi karena bermacam-macam hal dikatakan sementara dulu karena mesin akan diupayakan, ditambah begini sampai saat ini masih berlaku dari jam 6 sampai jam 1),” urainya.

Hamid selaku pemerintah setempat sudah beberapa kali mengupayakan agar aspirasi masyarakat bisa dipenuhi. Keinginannya agar Pulau Gangga dialiri listrik 1×24 jam selalu terlintas sewaktu Hamid belum memiliki jabatan di desa tersebut.

Hamid mengaku pihak PLN pernah menjanjikan kepada masyarakat Pulau Gangga adanya pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), namun sampai kini belum juga terealisasi.

 

Masyarakat Desa Gangga Satu

Kurang lebih berjarak satu kilomoter dari Desa Gangga Dua. Akses ke Desa Gangga Satu menyusuri jalan setapak yang lebarnya 1,5 meter.

Jefri Tamudia, tak pernah membayangkan sudah sekitar 40 tahun bekerja sebagai nelayan harus menanggung pedihnya pasokan listrik yang kurang. Sejak menikah dan kini berusaha 60 tahun, Jefri sudah melaut bersama rekan sebayanya.

Dalam penuturannya, Jefri merasa khawatir sewaktu pulang dari melaut pada pukul 02.00 Wita, suasana desa terasa mencekam karena gelap gulita. Apalagi jika ia akan pergi melaut di subuh hari, Jefri juga kesulitan mengemasi barang bawaan karena kegelapan.

Dermaga Desa Gangga Satu. (Foto: Adi Sururama)

Selain kesulitan saat melaut, kata Jefri, masyarakat setempat juga mengalami kerugian materil atau rusaknya alat-alat elektronik seperti kulkas, televisi, rice cooker dan lain sebagainya.

“Semoga pemerintah bisa menambah tenaga listrik,” pintanya.

“Dengar kan baru-baru dorang bilang mo kase tenaga surya dari pihak PLN, kenyataan sampe ini masih berdampak di masalah lahan yang jadi permasalahan (dengar baru-baru kata mereka mau beri tenaga surya dari pihak PLN, kenyataannya hingga kini berdampak di masalah lahan yang menjadi permasalahan),” sambung Jefri.

Apalagi janji bupati periode ini, menurut Jefri, sewaktu kampanye bupati terpilih pernah menjanjikan kepulauan harus terang benderang. Janji tinggal janji, sampai kapan masyarakat Pulau Gangga akan disuapi janji?

Pak bupati kan waktu kampanye itu kepulauan harus terang, sekarang ini somo abis masa periode belum kelihatan (pak bupati waktu kampanye bahwa kepulauan harus terang, sekarang ini hampir habis masa periode belum kelihatan),” ucap Jefri.

“Kerinduan masyarakat ini kan sudah lama. Karena listrik ini salah satu pemicu aktivitas masyarakat yang ada hubungan dengan tenaga listrik. Beberapa tahun terakhir ini kita kecipratan tenaga listrik itu kan dari jam 18.00 sampai jam 01.00, nah apa yang perlu diharapkan di situ?,” cetus Hersel Sahambangun, seorang nelayan yang juga sudah puluhan tahun mengarungi lautan ini.

Hersel berharap baik pemerintah kabupaten, provinsi atau pusat harus memperhatikan hal ini karena di satu sisi, mayoritas penduduk Desa Gangga Satu 90 persen aktivitas mereka nelayan, kemudian ada juga pertukangan. Dari nelayan dan pertukangan ini berharap ada pasokan listrik.

Sementara, di siang hari masyarakat setempat hanya memiliki mesin genset mini, itupun harus ada modal khusus untuk pembelian bahan bakar.

“Tapi kan tidak mampu untuk mendongkrak ekonomi masyarakat kalau bahan bakarnya kita beli juga, jadi harus ada pasokan listrik. Ini kan sudah jadi kerinduan masyarakat puluhan tahun bukan hanya kali ini. Kalau ini hanya merupakan suatu impian belaka tapi tidak ada respon balik dari pihak terkait, maka dari berapa hal yang menjadi harapan kita untuk mendongkrak kehidupan masyarakat itu rumit. Cuma jadi harapan semu, tidak bisa dinikmati oleh masyarakat,” terangnya.

Melalui panggilan telepon via Whatsapp, Kamis (20/7/2023) malam, Drs Moses Corneles Hukum Tua Desa Gangga Satu tak bisa menafikan kurangnya pasokan listrik berdampak pada kemajuan masyarakatnya.

“Jumlah penduduk desa 1.876 jiwa, mayoritas nelayan. Memang listrik menjadi kebutuhan utama dari mayarakat sebab dengan kondisi kemajuan yang kita hadapi saat ini, sementara kondisi kita itu termasuk di Pulau Gangga itu kan tidak didukung oleh fasilitas tenaga listrik, yang ada cuma 6 jam,” ucap Moses.

Kebutuhan masyarakat baik aktivitas rumah tangga dan aktivitas perekonomian sangat membutuhkan sumber listrik, terutama pada siang hari. Bagaimana mau mengembangkan usaha mikro dan menengah sementara semua peralatan itu membutuhkan tenaga listrik.

Menurut Moses, ia sudah berusaha sampai di Pemkab Minut melalui Bupati Joune Ganda, kemudian waktu lalu ada program dari kementerian ESDM dan PLN untuk pembangunan pusat listrik tenaga surya.

“Sudah berapa kali meninjau lokasi tempat pembangkit listrik tenaga surya. Terakhir pada bulan lalu (Juli_RED), mereka survey lahan dan setelah kami tanya, belum tentu untuk tahun ini. Jadi itu upaya-upaya kami termasuk juga ke PLN Manado kami juga bermohon, tapi sampai saat ini belum ada jawaban, belum ada tanggapan. Sementara masyarakat sangat membutuhkan itu karena di Pulau Bangka mereka sudah 1×24 jam, yang dulunya sama dengan kita. Itu juga masyarakat sudah ada kecemburuan tinggi sekali, masa di Pulau Bangka sana sudah 24 jam sementara Pulau Gangga dan pulau-pulau lainnya seperti Talise, Kinabuhutan, Nain dan Mentehage itu cuma 6 jam,” sebutnya.

“Memang kita tahu Pulau Bangka dalam rangka persiapan kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata, tapi kan masyarakat kadang kala mereka tidak melihat itu, mereka melihat kebutuhan tenaga listrik itu adalah kebutuhan utama bukan untuk hanya di KEK tersebut,” sambung Moses.

Soal pembangunan PLTS, tambah Moses, lahannya sudah siap, tinggal pembayarannya. Berdasarkan hasil survey ada lahan masyarakat setempat yang akan dijual, sudah diukur, menunggu transaksi.

Hanya saja hingga kini informasi dari pihak PLN, ungkap Moses, realisasi mengenai pembangunan PLTS tak bisa dilaksanakan. Sementara masyarakat sudah diberikan sosialisasi setelah mendengar informasi tersebut masyarakat pun kecewa.

“Kendalanya tinggal dari kementerian ESDM maupun PLN sebagai tenaga teknis untuk mengeksekusi,” tambahnya.

PLN UP3 (Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan) Manado, ULPLTD (Uni Layanan Pusat Listrik Tenaga Diesel) Pulau Gangga

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, PLN UP3 ULPLTD Pulau Gangga pada awalnya memiliki lima unit mesin.

PLN UP3 (Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan) Manado, ULPLTD (Uni Layanan Pusat Listrik Tenaga Diesel) Pulau Gangga. (Foto: Adi Sururama)

Akan tetapi saat ini hanya empat mesin yang dioperasionalkan, sebab satu mesin mengalami kerusakan.

Pihak PLN mengalami kesulitan dalam hal perbaikan mesin karena alat-alat yang rusak tidak lagi disediakan, apalagi mesin tersebut berusia kurang lebih dari 50 tahun yang lalu.

“Mesin kan ada lima unit tapi yang dioperasikan cuma empat, tetapi satu Caterpillar yang 100 KVA itu rusak, masih ada lagi gangguan sementara perbaikan. Untuk kapasitas mesin yang ada di sini 530 KVA, sekarang 430. Sudah dua tahun lebih kalau tidak salah, soalnya materialnya kan sudah rumit. Mesin tahun 70-an jadi begitu sudah sampai tahun 2023 ini palingnya kan alatnya sudah berbeda kan, sekarang mesin-mesin sudah lebih canggih,” ungkap Matheos Djarang selaku Tenaga Adidaya PLN UP3 ULPLTD Pulau Gangga, Kamis (20/7/2023).

Mengenai uang yang diberikan masyarakat menjelang bulan ramadan, pihaknya menyuruh masyarakat agar membuat surat permohonan untuk mendapatkan pasokan listrik lebih.

Reporter Sulawesion.com saat mewawancarai Matheos Djarang, Tenaga Adidaya PLN UP3 ULPLTD Pulau Gangga, Kamis (20/7/2023). (Foto: Adi Sururama)

“Kalau untuk puasa itu kan dari masyarakat harus bikin surat permohonan, tergantung keputusan dari PLN sih. Itu kan kita layani itu seperti kompensasi itu kerelaan masyarakat, tetapi itu bukan dipaksakan, itu keinginan masyarakat. Kita kan jalan sesuai arahan dari PLN,” terangnya.

“Uangnya untuk kopi, susu. Sebab kan lampu mati jam 01.00, lanjut jam 02.00 sampai jam 5.15  sampai 20 menitlah. Selisih waktu jam 01.00 sampai jam 02.00 tidak mungkin anak-anak tidur kan. Tapi itu kan inisiatif dari masyarakat,” sambung Matheos.

Pemuda Energi Indonesia

Erwin Damanik, pria jebolan Universitas Sam Ratulangi Manado, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin, lulusan 2022, menyoroti krisis energi listrik yang dialami masyarakat di Pulau Gangga.

Krisis energi listrik ini sama halnya yang dialami masyarakat kepulauan lain di Indonesia, mengingat Pulau Gangga sangat penting untuk menjaga ketahanan energi di bagian utara Indonesia.

Selaku Ketua Umum Pemuda Energi Indonesia, Damanik menegaskan pembangunan Desa Mandiri Energi harus segera dilaksanakan dengan membangun Pembangkit Listrik Berbasis Energi Terbarukan.

Hal ini dapat menjadi solusi dari permasalahan energi di masyarakat kepulauan, Energi Surya atau PLTS dapat menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan energi listrik yang dialami masyarakat kepulauan.

Dengan semangat gotong royong, pihaknya optimis mewujudkan masyarakat kepulauan dapat menikmati energi listrik 24 jam, tetapi semua stakeholder harus dapat berkomitmen dengan aksi nyata untuk menyelesaikan permasalahan energi listrik ini.

“Analoginya bagaimana masyarakat dapat membeli sepeda motor untuk mendukung aktivitasnya, begitupun halnya energi listrik ke depan, masyarakat di tiap-tiap rumah akan memiliki pembangkit listrik tenaga surya sendiri untuk memenuhi kebutuhan energinya sendiri, maka perlu kebijakan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk mewujudkan semangat ini,” ujar Damanik yang juga aktivis energi yang konsesi membangun Rumah Edukasi Energi Kepulauan Terluar Indonesia, Jumat (21/7/2023) malam.

Noufryadi Sururama

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *