Front Petani Batui Adukan Konflik Agraria Ke Presiden Jokowi, Jaringan Advokasi Sawit Beri Dukungan

Salah satu bentuk protes masyarakat Batui | foto: Samsir

PALU, SULAWESION.COM – Jaringan Advokasi Sawit (JAS) Sulawesi Tengah (Sulteng), mendukung langkah Front Petani Batui Lingkar Sawit (FPBLS) mengadukan permasalahan konflik tanah perkebunan sawit yang berimbas kriminalisasi petani oleh PT. Sawindo Cemerlang (Scem).

PT. Sawindo Cemerlang salah satu anak perusahaan sawit Grup Kencana Agri yang beroperasi di Kabupaten Banggai. Pengaduan itu dilayangkan ke beberapa lembaga nasional termasuk Presiden RI di Jakarta.

Bacaan Lainnya

“Kami mendukung tindakan yang diambil FPBLS dengan mengirimkan surat pengaduan via Kantor Pos Banggai ditujukan ke Jokowi selaku Presiden RI, lantaran khawatir permasalahan ini tidak akan terselesaikan dengan baik di daerah,” tutur Koordinator JAS-ST, Abdul Nasir dalam releasnya,(23/6/2022)

Nasir yang tidak lain Direktur Perkumpulan Evergreen Indonesia (PEI) ini mengatakan, pengaduan FPBLS dipicu tindakan kriminalisasi PT. Scem terhadap Demas Saampap, petani plasma asal Desa Honbola, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai yang telah ditetapkan tersangka oleh Polres Banggai, karna dituduh mencuri buah sawit diareal perusahaan.

“Padahal buah sawit itu berdiri diatas lahan petani atas nama Demas yang memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT),” sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng yang tergabung dalam JAS mengatakan, konflik agraria berupa permasalahan klaim tanah antara perkebunan sawit dan petani plasma, yang akhir-akhir ini marak terjadi dibeberapa daerah di Sulteng, mestinya diselesaikan dengan memihak pada pekebun rakyat baik plasma maupun mandiri, bukan menyelesaikannya dengan cara-cara kriminalisasi dan upaya pidana.

“Konflik agraria yang terjadi disektor perkebunan dari tahun ke-tahun meningkat. Hal ini juga tidak lepas dari leluasanya Pemerintah mengeluarkan izin-izin yang menyebabkan ketimpangan hak atas tanah,” ungkap Doni Moidady, Koordinator KPA Sulteng

Senada dengan itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng yang juga tergabung dalam JAS mencatat, hingga pertengahan tahun 2022 setidaknya ada 8 orang petani plasma dkriminalisasi perusahaan perkebunan sawit yang tersebar dibeberapa daerah di Sulteng.

Diantaranya, Kabupaten Donggala, Morowali Utara, Buol, Banggai bahkan sampai Pasangkayu Sulawesi Barat. Semua bermotif peristiwa hukum pidana. Padahal Restorasi Justice memberikan ruang alternatif untuk permasalahan yang dihadapi para petani sawit.

“Kami meminta kepada Gubernur untuk mengevaluasi seluruh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit yang tersebar diwilayah Sulteng, terutama luasan dan batas-batasnya dengan kepemilikan petani maupun batas dengan kawasan hutan yang dinilai sebagai permasalahn utama,” tutur  Sunardi Katili, Direktur Walhi Sulteng

Diketahui selain ke- Presiden, FPBLS juga mengirim surat aduan ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI).

Samsir | Guesman Laeta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *