Hizkia Rantung Mahasiswa Fisip Unsrat Raih Gelar Sarjana Hasil Usaha “Cap Tikus”

Sarjana hasil usaha cap tikus, Hizkia Rantung. (Foto: pribadi)

MANADO, SULAWESION.COM – Gelar sarjana merupakan impian yang harus diwujudkan oleh mahasiswa, tanpa terkecuali. Ada doa dan harapan orang tua di setiap prosesnya.

Tak khayal, untuk meraih gelar sarjana dibutuhkan tekad dan komitmen disertai usaha nyata dari mahasiswa itu sendiri dalam melalui setiap tahapan akademik semasa di bangku perkuliahan.

Bacaan Lainnya

Hal menarik datang dari Hizkia Rantung. Laki-laki kelahiran Desa Malola, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), 1 Juni 2002.

Kia, sapaan akrabnya, menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado dari hasil usaha orang tuanya sebagai petani “Cap Tikus”.

Cap tikus merupakan minuman beralkohol tradisional yang berasal dari Minahasa, Sulut. Pengolahannya melalui proses penyulingan hasil fermentasi dan destilasi air nira Pohon Aren.

Putra semata wayang dari pasangan Maikel Rantung dan Nova Lendo itu menyabet gelar SIP di wisuda gelombang V tahun angkatan 2024/2025 Unsrat Manado pada 17 April. Dirinya menjalani studi akademik di bangku perkuliahan selama 10 semester.

“Tentunya semua ini tak lepas dari dukungan dan support orang-tua menjadi kunci keberhasilan saya meraih gelar sarjana, bapak saya hanya seorang petani minuman cap tikus dan saya bangga saya bisa kuliah hingga sarjana hasil dari usaha itu,” ungkap laki-laki angkatan 2020 ini, Jumat 18 April 2025 malam.

Kia mengaku, cap tikus kerap dilabeli stigma buruk sebagai sumber kejahatan dan kriminal baik oleh pemerintah, aparat kepolisian maupun mayoritas masyarakat.

Padahal lanjut Kia, sumber tindak kejahatan dan kriminalitas berasal daripada psikologis individu itu sendiri. Menurutnya, minuman tradisional itu sangat bermanfaat untuk kelangsungan para petani yang bernilai ekonomis.

“Stigma buruk terhadap cap tikus itu merupakan pemahaman yang sempit sebenarnya, karena terbukti cap tikus sudah ratusan tahun menghidupi masyarakat petani, membuat anak-anak mereka sukses dalam dunia kerja dan pendidikan,” akunya.

Kia mengungkapkan bahwa semasa di bangku perkuliahan, dirinya aktif menyuarakan keberpihakan kepada para petani cap tikus yang kerap mengalami kriminalisasi dari otoritas pemerintah dan aparat kepolisian.

“Sejak menjadi mahasiswa saya sering turut terlibat dalam perjuangan petani cap tikus (pemerhati/aktivis_RED). Saat ini saya dipercayakan sebagai Ketua Perhimpunan Peduli Captikus atau sering disebut Pulinca,” ungkapnya.

Kia berharap pemerintah sebagai lembaga eksekutif dan wakil rakyat di legislatif harus berpihak kepada para petani cap tikus dengan menunjukkan “Pollitical Will” agar terus menjaga sekaligus melestarikan kearifan lokal Minahasa itu.

“Tidak sedikit orang yang sukses dalam dunia kerja dan dunia pendidikan dengan latar belakang orang tua sebagai petani cap tikus,” harapnya.

“Saya berharap pemerintah provinsi Sulawesi Utara dapat memperhatikan petani cap tikus, karena cap tikus sudah memberikan sumbangsih di Sulawesi Utara,” harapnya lagi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan