BITUNG, SULAWESION.COM – Tidak terasa, Walikota Bitung Maurits Mantiri telah berada di penghujung masa pemerintahan. Memang, sejak memimpin ia belum bisa memuaskan semua pihak. Apalagi hanya dengan periode yang cukup singkat.
Tulisan ini tidak mempersoalkan politik pemerintahan Maurits Mantiri. Tetapi lebih kepada mengedepankan sisi keberhasilan dan kritik terhadapnya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Pasti punya cacat sana-sini.
Jika diringkas secara sederhana, ada beberapa keberhasilan Maurits Mantiri. Pertama, ia mampu melindungi 25.000 pekerja informal rentan (PIR) di Kota Bitung. Hal itu terbukti dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung melakukan MoU dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, sejak dilantik sebagai Walikota pada 31 Maret 2021 lalu, prioritas utamanya dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) masih terkonsolidasi dengan baik. Ia berhasil membangun peta jalan yang jelas dan terukur lewat metode pelaksanaan program pintar berhitung Matematika (GASING), MoU dengan Fakulitas Ekonomi Bisnis Universitas Pelita Harapan, kerjasama dengan Google Indonesia serta pembangunan asrama mahasiswa Bitung di Tondano.
Kedua, keberanian pemerintah bersikap dalam meredam konflik sosial pada peristiwa yang dikenal dengan 2511. Pada peristiwa berdarah itu, Maurits Mantiri mengedepankan dialog bersama dengan tokoh-tokoh lintas agama. Sehingga Kota Bitung dalam keadaan kondusif. Capaian mentereng ini, ia dinilai layak dinobatkan sebagai sebagai ‘Bapak Moderasi Beragama’ di tengah dimensi keberagaman masyarakat.
Ketiga, Maurits Mantiri juga mampu membuat pondasi yang kokoh dalam hal Indeks Pembangunan Statistik (IPS). Yang sebelumnya hanya diangka 1,70%, kini IPS Pemkot Bitung meningkat menjadi 3,02%.
Atas keberhasil tersebut, Kota Bitung mendapat penghargaan dari Badan Pusat Statistik (BPS) karena masuk kategori 10 besar kabupaten/kota terbaik se-Indonesia dan bertengger di posisi ke 8 dibawa Tangerang, Magelang, Malang, Semarang, Surakarta dan Bandung.
Kurang Pro ASN
Dari segudang keberhasil yang didapat, Maurits Mantiri dianggap masih kurang pro terhadap Aperatur Sipil Negara (ASN).
Bahkan, ia dianggap sebagai ‘dalang’ atas keterlambatan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) cair. Puncak dari keresahan itu, membuat sejumlah ASN di lingkungan Pemkot Bitung melakukan aksi unjuk rasa hingga berjilid-jilid.
Meskipun demikian, tersendatnya TPP ASN ini tidak elok jika dilihat hanya dari satu aspek. Akan tetapi juga harus dilihat dari aspek pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kemampuan keuangan daerah.