SULAWESION.COM – Hoaks atau berita bohong sangat berdampak dan berpengaruh besar pada berbagai sektoral berupa dampak sosial, ekonom, politik, keamanan dan sangat memungkinan mengancam keutuhan negara. Berita bohong paling sering disebarkan melalui media sosial dan bisa mempengaruhi cara berpikir masyarakat.
Hoax atau berita bohong kerap disebarkan melalui berbagai platform media sosial karena dianggap empuk untuk menularkan informasi secepat mungkin bagi para penyebarnya.
Efektivitasnya karena tidak perlu didistribusikan secara fisik ke publik, cukup koneksi internet saja. Penyebaran informasi di media online sangat mudah karena tidak ada aturan yang membatasi penulisan informasi di media online.
Oleh karena itu, penyaringan informasi di media online tidak dapat dilakukan, siapapun yang mengakses media online dapat menyebarkan informasi tanpa filter terlebih dahulu, dan dapat dikatakan bahwa penyebaran informasi tersebut bersifat anonim atau dari sumber yang tidak jelas faktanya. Karena fakta yang disebar tidak jelas, informasi tersebut merupakan hoaks yang dapat berujung pada ujaran kebencian. Hoax/Penipuan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penipuan, pencemaran nama baik atau aktivitas penipuan.
Chen (2014) menyatakan bahwa hoax adalah informasi yang menyesatkan dan berbahaya karena menyesatkan persepsi orang dengan menyampaikan informasi palsu sebagai kebenaran. Penipuan dapat mempengaruhi banyak orang dan mempengaruhi citra dan kredibilitas.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, hoax adalah berita bohong. Kamus Bahasa Inggris Oxford mendefinisikan penipuan sebagai penipuan jahat atau kebohongan yang dibuat dengan niat jahat (KBBI dan Kamus Bahasa Inggris Oxford).
Berikut sejumlah regulasi tentang penyebaran hoax:
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) melarang:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pengaturan hukum tentang penyebaran berita bohong atau hoax sebelum adanya UU ITE yaitu:
1. Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 390 yang berbunyi “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 ayat (1) dan (2) yaitu, ayat berbunyi (1) “Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” ayat (2) berbunyi “Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 15 yang berbunyi “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.”
Sedangkan pengaturan hukum tentang penyebaran berita bohong atau hoax setelah adanya UU ITE terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektron9ik.”
Pengaturan hukum mengenai sanksi tentang penyebaran berita bohong atau hoax diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A ayat 1 yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar”.
Noufryadi Sururama