BOLMUT,SULAWESION.COM- Adit Husaini (26), petani asal desa Ollot Satu, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara, ia mengenal dunia pertanian sejak masih duduk d ibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tapi ia baru aktif bertani sejak ayahnya telah tiada. Selama bertahun-tahun mengelola sawah, menurut Adit tahun ini paling parah terkena serangan hama keong.
“Biasanya saya datang ke sawah setelah ditanam padi hanya membersihkan rumput. Tapi ini kembali menanam ulang. Terhitung sudah dua kali saya menyulam kembali padi,” jelasnya yang saat ditemui Jumat 7 Februari 2025 duduk istirahat setelah menanam padi.
Sambil bercerita, Adit menuturkan beragam tantangan sebenarnya ia hadapi saat ini terkait mengelola padi sawah. Selain ongkos biaya yang mulai begitu besar dikeluarkan. Dari awal hingga panen tak sedikit biaya dikeluarkan.
“Ongkos yang biasanya saya keluarkan. Bisa sampai Rp1 juta hingga Rp2 juta. Itu hingga panen,”ujarnya.
Soal kebutuhan setiap bulan, ia tidak merinci berapa. Tapi lumayan banyak kebutuhannya. Masalah lain yang dirinya hadapi adalah kondisi cuaca yang seperti berbeda.
“Kondisi cuaca saat ini pun seperti berbeda dengan beberapa tahun lalu, jika tidak salah, sejak tahun 2016 saya mulai bertani,” ungkap Adit, petani asal ini.
Kala itu ia memiliki prinsip, pantang pulang sebelum kerja selesai. Jika dulu biasanya pergi ke sawah dari pagi hingga pukul dua siang. Tapi kini berangkat pagi sekitar jam 6 biasanya sudah pulang jam 9 pagi.
“Saat ini saya banyak memilih sore hari untuk pergi ke sawah. Karena agar cuaca sudah tidak terlalu panas,” katanya sambil minum kopi.
Baginya dia merasakan kondisi pertanian saat ini seperti berbeda dari sebelumnya, biasanya banyak anak muda di sawah tapi saat ini sudah jarang.
Ia pun masih tetap menggunakan kalender pertanian lokal, tapi hanya untuk pembibitan. Walau sebagai petani padi, tak jarang ia membeli beras, jika stok di rumahnya dan gilingan habis.
Adit adalah petani muda yang tak jauh berbeda dengan Irjal Ismail (37). Ia petani asal desa Bohabak IV, Kecamatan Bolangitang Timur yang masih konsisten menanam padi ladang.
Walau di tengah gempuran tanaman perkebunan lain ia tetap menanam padi, walau tak lagi betah berlama-lama di ladang jika cuaca panas. Biasanya pukul 09.00 Wita sudah balik ke rumah.
Bagi Irjal menanam padi sangat penting. Karena kebutuhan makan yaitu beras. Sehingga ia tetap menyediakan lahannya untuk menanam padi.
“Bahkan bibit yang saya gunakan saat ini merupakan bibit turun temurun dari orang tua, yaitu bibit yenti,” ujarnya.
Menurut Irjal saat ini ia menanam padi ladang pada bulan Desember, seharusnya sesuai jadwal menanam padi ladang pada bulan Oktober. Tapi saat ini tidak berani.
“Karena masih melihat lagi kondisi cuaca. Apa hujan atau tidak. Karena petani ladang seperti ini berharap hujan,” ungkapnya saat ditemui pada Minggu 2 Februari 2025.
Pasalnya, ia belajar pada tahun 2023 dimana kemarau panjang yang melanda Kabupaten Bolmut. Saat itu harga beras cukup mahal. Sehingga pentingnya menanam padi.
Apalagi kata Irjal, biasanya stok beras di Bolmut tak mencukupi, padahal daerah ini disebut kabupaten padi, tapi sebagian beras dari Sulawesi Tengah.
“Kalau harga beras murah, kami membeli beras. Padi kami disimpan. Nanti dikeluarkan saat harga beras mahal,”kata Irjal.
Saat ini harga beras di Bolmut satu Kilogram mencapai Rp 13 ribu untuk beras medium. Dan Rp15 ribu untuk beras premium.
Pentingya Peran Petani Milenial Dalam Menjaga Ketahanan Pangan Nasional
Adit dan Irjal termasuk dalam kategori petani milenial yang menurut Kementerian Pertanian sangat penting dalam mendukung pembangunan pertanian.
Petani milenial Indonesia memiliki potensi besar untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Mereka, kata dia, yang akan mengusung generasi emas di 2045.
Situs pertanian.go.id mengutip Permentan No 04 tahun 2019 pasal 1 yang menyebut petani milenial adalah petani berusia 19 tahun sampai dengan 39 tahun dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Menurut Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen (BPSI) Tanaman Rempah, Obat dan Aromatik (TROA) Kementan RI, Evi Savitri Iriani, petani milenial dapat berperan sebagai sumber inovasi berbagai teknologi pengembangan pertanian.
“Baik budidaya, pra-tanam, panen, pasca panen dan pemasaran,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) peta jalan swasembada pangan: keamanan, ketahanan dan kedaulatan pangan di Bolaang Mongondow Raya yang diselenggarakan oleh kawan perubahan, Rabu 2 Oktober 2024 di aula Bapelitbang Bolmut.
Petani milenial juga bisa bertindak sebagai agen perubahan dalam transformasi pembangunan pertanian menuju sistem pertanian modern.
“Sebagai pendamping petani dalam menerapkan praktek budidaya dan pasca panen. Selanjutnya, sebagai aktor intelektual yang menginisiasi praktek-praktek bisnis dan pengembangan usaha pertanian. Sebagai pelaku usaha pertanian modern atau wirausaha muda,” jelasnya.
Di Kabupaten Bolmut sendiri berdasarkan data BPS jumlah petani milenial mencapai 10.792 orang dengan rincian laki-laki 10.320 orang dan perempuan 472 orang.
Sementara itu, Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Penyuluh Dinas Pertanian Bolmut Syarifuddin mengatakan petani milenial di Bolmut sebenarnya banyak tapi menyebar. Mereka juga jarang menjadi petani padi.
Lebih banyak petani milenial menekuni tanaman hortikultura. “Sekarang data kelompok petani milenial di Bolmut masih tergabung dengan kelompok tani konvensional dan belum terpisah. Umumnya milenial usaha taninya terpisah-pisah,”katanya.
Menurutnya saat ini petani milenial kurang minat di usaha padi karena kurang menguntungkan, biaya usaha taninya besar sementara hasilnya tidak sesuai harapan.
“Sementara usaha hortikultura pekerjaannya sedikit enteng tanam sekali panen berkali-kali harga menjanjikan,”ujarnya.
Keberadaan petani padi Milenial sangatlah penting di Indonesia. Hal ini seperti apa yang disampaikan Makmur Santoso, petani muda asal desa Cilibur Kabupaten Brebes.
Dirinya terjun di dunia pertanian sejak tahun 2019. Setelah sebelumnya dirinya bekerja di Jepang.
“Dikelompok kami rata-rata petani sudah tua. Komunikasi agak susah. Tetapi bukan kendala bagi kami petani muda selalu berinovasi,”ujarnya dilansir dari Youtube Kementerian Pertanian RI, kisah tani sukses terjun ke pertanian padi usai pulang dari Jepang.
Dirinya mengajak kepada petani milenial untuk bertani dan menggarap lahannya sendiri. Makmur sendiri memiliki lahan pertanian padi dengan luas 1,5 hektar.
Ia berhasil mensejahterakan petani di daerahnya dengan membeli gabah dengan harga yang layak. Dan tetap memperoleh keuntungan.
Makmur menuturkan banyak sekali petani, terutama petani muda berpikir bertani padi itu kurang menguntungkan. Padahal kalau kita cermati saksama bertani padi tidak kalah menguntungkan.
“Karena bertani padi itu banyak prodak turunanannya, seperti beras, katul, sekam dan lainnya. Jadi selain menjual beras, katul dan sekam juga turut saya jual,”ungkapnya.
Petani Milenial Didorong Untuk Sadar Iklim
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong petani milenial untuk sadar iklim guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya produksi pertanian.
“Di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia akibat perubahan iklim, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional,” ujarnya dilansir dari laman BMKG.
Sektor pertanian, katanya, sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak buruk iklim yang ekstrim dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya.
Berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik, yang kemudian mengancam ketahanan pangan nasional.
“Kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman gagal panen,” katanya.
Untuk itu, menurut Dwikorita, petani milenial harus mendapat pemahaman yang cukup tentang cuaca dan iklim, agar mereka bisa menyusun perencanaan strategi dan langkah-langkah apa yang harus disiapkan dilakukan bila terjadi kekeringan atau kondisi ekstrim seperti banjir dan lainnya yang berakibat gagal panen.
Seperti dikatakan Irjal sang petani milenial, ia berharap ada perhatian khusus kepada mereka.
“Termasuk bantuan bibit, pupuk hingga perbaikan jalan pertanian. Selain itu kami tetap butuh bimbingan pengetahuan soal pertanian padi,” katanya.