Konflik Agraria Meningkat, Petani Dikriminalisasi, FRAS Sulteng : Pemerintah Harus Perhatikan Rakyat Kecil

FRAS menggelar aksi dikantor Gubernur Sulteng, Selasa (21/6/2022). Foto Samsir

PALU, SULAWESION.COM – Sejumlah massa yang mengatasnamakan Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali melakukan aksi massa, terkait meningkatnya konflik agraria yang melibatkan perusahaan dengan petani dibeberapa daerah di wilayah Sulteng.

Massa yang terdiri dari Desa Tompira, Desa Bunta, Desa Bungintimbe dan Desa Lee Kabupaten Morowali Utara (Morut) itu, menggelar aksinya, Selasa (21/6/2022) kemarin disejumlah titik, antara lain Badan Pertanahan Nasional (BPN) Komnas Ham, DPRD, Polda dan Kantor Gubernur Sulteng.

Bacaan Lainnya

Koordinator FRAS, Eva Bande dalam orasinya menegaskan, konflik agraria disektor pertambangan dan perkebunan selalu menjadi isu hangat yang ada di Sulteng. Betapa tidak, imbas dari konflik tersebut, para petani seringkali ditangkap dan dipenjarakan.

“Padahal para petani hanya mau mempertahankan hak atas tanahnya, akibat dari rakusnya ekspansi modal perusahan raksasa,” tegasnya.

Menurut aktivis agraria itu, Kapolda Sulteng harus tegas kepada setiap anggotanya dalam melakukan pengamanan diarel konflik antara petani dan perusahan, dengan mengedepankan pendekatan persuasif serta melihat hak keperdataan petani.

“Konflik antara petani dan perusahaan sifatnya lebih ke-persoalan perdata. Namun justru fakta yang terjadi, pidananya lebih didahulukan, alhasil petani seringkali menjadi tersangka utamanya,” ungkapnya.

“Ini adalah salah bentuk pelanggaran HAM. Sehingga kami juga meminta kepada Komnas HAM, agar melakukan perlindungan kepada petani yang saat ini sedang berproses hukum karna mempertahankan haknya,” sambungnya.

Diketahui saat ini, ada petani sawit kakak beradik, Gusman dan Sudirman asal Morut, yang divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Poso atas tuduhan pencurian buah sawit PT, Agro Nusa Abadi (ANA).

Selanjutnya, para petani Desa Lee (Morut) yang sampai saat ini terus menuntut pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sinergi Perkebunan Nusantara (SPN). Karna Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan kasasi dan dalam putusannya mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Morut untuk mencabut surat keputusan Sertifikat HGU PT SPN.

Sementara itu, di Kabupaten Banggai terdapat sekelompok petani sawit batui yang bekonflik dengan PT Sawindo Cemerlang. Petani meminta lahan-lahan mereka yang mempunyai alas hak agar segera dikembalikan. Karna selama membangun kerjasama dengan pihak perusahaan, petani terus dirugikan. Mirisnya lagi salah satu petani sawit atas nama Demas menjadi tersangka atas tuduhan pencurian buah sawit ditanahnya sendiri.

Samsir I Pardi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *