Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Bitung. (Fto/Yaser)
BITUNG, SULAWESION.COM – Praktik pungli di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Bitung saat ini dilakukan lebih rapi dan subur. Komite sekolah mengemas pungutan liar dalam bentuk infak (sumbangan) sebasar Rp.50.000 per siswa.
Pungutan berkedok infak disebut-sebut berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak sekolah, komite, dan orang tua/wali murid.
Meski tabrak Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pungutan itu terus dipertahankan komite untuk menyokong pembayaran upah kerja guru honorer, jasa pelayanan kebersihan dan security.
Komite dan Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Bitung menganggap, selain pungutan infak, mereka tidak punya pilihan lain ditengah kondisi sekolah yang mengalami kepadatan siswa yang mencapai 1.500 siswa.
“Saya hanya melanjutkan program sekolah yang sudah berjalan sebelumnya. Infak ini, kurang lebih sudah 3 tahun berjalan pasca diterpa wabah Covid-19,” ucap Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Bitung, Normawati Sunusi, Rabu (13/09/2023) pagi.
Normawati didampingi Bendahara pembantu Asrade Faamu berujar, infak sebasar Rp.50.000 itu tidak diberlakukan secara merata. Karena, katanya, ada sejumlah orang tua siswa yang kurang mampu.
“Komite dan sekolah menjalankan infak tanpa paksaan. Kalau ada orang tua siswa telah beberapa bulan menunggak, kita lebih menyarankan untuk memasukkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan,” ujarnya.
Kendati begitu, Normawati mengaku, pengelolaan hasil pungutan berkedok infak itu masuk ke rekening langsung komite.
“Itu masuk ke rekening komite. Mereka kelola secara terbuka dan setiap bulan ada pelaporan. Jika ada orang tua siswa yang mempertanyakan pengelolaan infak itu, bisa dipastikan mereka tidak hadir dalam rapat kesepakatan,” katanya.
Disinggung terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS), ia mengaku tidak mencukupi membiayai guru honorer yang mencapai 83 guru.
Menurutnya, MIN 1 Bitung setiap tahun menerima anggaran 1,4 milyar dana BOS. Anggaran tersebut tidak bisa sepenuhnya membayar upah guru honorer karena tersandera aturan.
“Hanya bisa 50% dari anggaran BOS itu dibayar untuk upah guru honorer. Sisanya, digunakan untuk operasional sekolah,” katanya.
Bendahara Pembantu Asrade Faamu juga menambahkan, pungutan infak yang dijalankan sekolahnya itu sudah di ketahui Kejaksaan Negeri Bitung.
“Beberapa tahun lalu, kami sempat diperiksa Kejaksaan. Dan telah memberikan keterangan terkait dengan alasan pungutan infak ini,” beber Asrade sembari mengatakan, infak 50 ribu itu masih kurang.
Sementara itu, Ketua Komite Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Bitung, Tonny Yunus tidak menampik adanya infak itu.
Bakal calon legislatif dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, infak tersebut sudah berlaku sekian lama. Sesuai dengan kesepakatan orang tua murid.
“Dari sebelum saya komite, infak sudah berjalan. Infak diperuntukkan untuk menanggulangi guru-guru honorer yang sebagai besar di MIN sudah tidak dibiayai lagi,” tukasnya.